Duh, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2020 Cuma Dibawah 5 Persen

Pertumbuhan ekonomi Indonesia terancam anjlok ditahun depan, Berapa nilainya dan karena faktor apa? Simak ulasan lengkapnya berikut.

moneysmart
Kamis, 5 Desember 2019 | 14:54 WIB
Duh, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2020 Cuma Dibawah 5 Persen
Sumber: moneysmart

Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan melambat menjadi 4,9 persen pada tahun 2020. Dari 5 persen pada tahun 2019 yang didukung oleh kebijakan moneter yang akomodatif dan kebijakan fiskal yang ekspansi.

Menurut laporan terbaru ICAEW Economic Update: South-East Asia. Pertumbuhan di seluruh kawasan Asia Tenggara juga diperkirakan akan melambat dari 5,1 persen pada tahun 2018 menjadi 4,5 persen pada tahun 2019. Tetap tidak berubah pada tahun 2020, di tengah risiko tinggi eskalasi perang dagang.

Pertumbuhan regional telah melambat sejak tahun 2018 dan tetap lamban pada kuartal III 2019. Konflik perdagangan AS-Tiongkok telah menjadi pendorong utama perlambatan ini. Dalam pertumbuhan, dengan ketidakpastian perdagangan tetap menjadi hambatan utama bagi sektor manufaktur, ekspor, dan investasi.  

Selain itu, pengendalian impor yang berlanjut dari tahun 2018 dan pendapatan ekspor yang lemah juga akan menghambat pertumbuhan investasi jangka pendek.

Sian Fenner, ICAEW Economic Advisor dan Oxford Economics Lead Asia Economist mengatakan, meskipun telah ada beberapa kemajuan dalam pembicaraan antara AS dan Tiongkok, ketegangan antara kedua negara tetap tinggi. Sebagian besar tarif yang dikenakan tidak mungkin dihapus dalam waktu dekat.

“Di samping permintaan domestik Tiongkok yang lebih lambat. Kami melihat bahwa prospek ekspor regional dan investasi swasta akan tetap menantang. Karenanya, kami memperkirakan pertumbuhan PDB Asia Tenggara akan moderat hingga 4,5 persen pada tahun 2020, tetap sama dari 2019,” papar Sian Fenner.

Menurutnya, Bank Indonesia (BI) memiliki ruang untuk mengeksplorasi penurunan suku bunga lebih lanjut. Sementara pemerintah sedang mengeksplorasi kebijakan fiskal yang ditargetkan, dapat membantu mempertahankan konsumsi dan investasi.

“Untuk bulan keempat secara berturut-turut, BI memangkas suku bunga acuannya pada bulan Oktober 2019. Ini untuk lebih meningkatkan permintaan domestik dan rupiah telah berkinerja relatif baik karena posisi perdagangan yang stabil serta beberapa petunjuk pada kesepakatan perdagangan AS-Tiongkok. Meskipun demikian, mata uang tetap rentan terhadap perubahan sentimen investor dan lanskap global yang fluktuatif,” tambahnya.

BI Pangkas Suku Bunga

Selanjutnya, BI diperkirakan akan melakukan pemangkasan kebijakan suku bunga lebih lanjut sebanyak 25 basis poin menjadi 4,75 persen pada kuartal IV 2019. Mengingat inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) inti dan pasti, serta kondisi saat ini akibat pertumbuhan global yang lemah, sebelum melakukan jeda panjang.

Bank sentral juga diperkirakan akan tetap bergantung pada data dalam menilai momentum ekonomi domestik dan global.

Pada langkah-langkah fiskal, pemerintah juga telah mengeluarkan peraturan tentang pengurangan pajak utama. Tujuannya untuk meningkatkan bidang penelitian dan pengembangan investasi serta pelatihan keterampilan.

Selain itu, anggaran tahun depan mencakup lebih banyak rencana pengeluaran untuk infrastruktur dan pengurangan tarif pajak perusahaan dari 25 persen menjadi 20 persen pada tahun 2023. Itu akan membantu mempercepat pertumbuhan investasi tahun depan dan dalam jangka menengah.

Indonesia diperkirakan akan mengalami defisit anggaran sebesar 2,1 persen dari PDB pada tahun 2019 dan 2,3 persen pada tahun 2020. Masih berada dalam batas defisit anggaran konstitusional sebesar 3 persen dari PDB.

“Kebijakan makroprudensial yang akomodatif dan pelonggaran moneter, serta langkah-langkah fiskal ekspansif. Diharapkan mencegah perlambatan signifikan dalam pengeluaran swasta dan dampaknya terhadap pertumbuhan PDB Indonesia dalam menghadapi situasi global yang lemah.

Secara keseluruhan, kami memperkirakan pertumbuhan PDB Indonesia tahun depan melambat menjadi 4,9 persen dari 5 persen pada tahun 2019. Sejalan dengan prospek yang lesu di seluruh kawasan,” kata Mark Billington, ICAEW Regional Director, Tiongkok and Asia Tenggara.

Editor: Ayyi Achmad Hidayah

BERITA LAINNYA

TERKINI