Studi: Media Sosial Jadi Instrumen Kesayangan Kelompok Teroris

Liberty Jemadu Suara.Com
Kamis, 15 Mei 2014 | 14:06 WIB
Studi: Media Sosial Jadi Instrumen Kesayangan Kelompok Teroris
Pemimpin Boko Haram, Abubakar Sheaku (YouTube).

Suara.com - Al Qaeda dan kelompok teroris lainnya memanfaatkan media sosial untuk melancarkan propaganda, merekrut anggota baru, mengumpulkan dana, dan bahkan untuk latihan membuat bom demikian hasil sebuah penelitian yang dipresentasikan Rabu (14/5/2014).

Studi yang dirilis oleh Woodrow Wilson Center, di Amerika Serikat itu, menunjukkan bahwa YouTube, Twitter, Facebook, dan Instagram menjadi alat yang kian jamak digunakan kelompok teroris dalam aksi-aksinya.

"Semua kelompok teroris kini ada di dunia online, menggunakan berbagai platform," kata Gabriel Weimann, pakar komunikasi dari Universitas Haifa, Israel, yang mempresentasikan hasil studi itu.

"Dari sudut pandang teroris, kelebihan utama sosial media adalah anonimitas," imbuh dia.

Weimann telah mempelajari komunikasi teroris selama bertahun-tahun. Menurut dia pada 1998 hanya ada 12 website yang berkaitan dengan terorisme dan kini angka itu sudah lebih dari 10.000, belum ditambah dengan akun-akun di media sosial.

"Mereka menciptakan forum online dan chatroom. Kini mereka masuk ke media sosial," jelas Weimann.

Weimann mengatakan teroris tidak pernah memberi sumbangsih apa pun terhadap teknologi internet, tetapi mengambil keuntungan dari kebebasan berpendapat di dunia maya.

Incar anak muda

Menurut Weimann, teroris punya tiga alasan yang tepat untuk menggunakan media sosial.

"Saluran-saluran media sosial sejauh ini adalah yang paling banyak digunakan oleh anak muda, audiens yang memang mereka incar. Kedua, media sosial sifatnya gratis, bisa diandalkan, dan mudah digunakan," beber Weimann.

Alasan ketiga, jelas dia, karena media sosial para teroris bisa lebih aktif menghampiri target rekrutmen mereka, tidak seperti dulu, harus menunggu para simpatisan mendatangi mereka.

Di media sosial juga memberi ruang pemujaan bagi pahlawan-pahlawan kelompok teroris yang sudah tewas. Misalnya Anwar al Awlaki, yang tewas akibat serangan pesawat nirawak AS.

Di YouTube para teroris bisa menayangkan aksi-aksi mereka, termasuk penculikan, pengeboman, dan pembunuhan secara bebas. Di Twitter para teroris bisa secara live menyiarkan operasi mereka, seperti yang terjadi di mal Westgate, Kenya, tahun lalu.

Kontraproduktif

Tetapi, sesal Weimann, upaya-upaya untuk membendung aktivitas teroris di dunia maya sejauh ini tidak berhasil, bahkan kontraproduktif.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI