Alasan ketiga, jelas dia, karena media sosial para teroris bisa lebih aktif menghampiri target rekrutmen mereka, tidak seperti dulu, harus menunggu para simpatisan mendatangi mereka.
Di media sosial juga memberi ruang pemujaan bagi pahlawan-pahlawan kelompok teroris yang sudah tewas. Misalnya Anwar al Awlaki, yang tewas akibat serangan pesawat nirawak AS.
Di YouTube para teroris bisa menayangkan aksi-aksi mereka, termasuk penculikan, pengeboman, dan pembunuhan secara bebas. Di Twitter para teroris bisa secara live menyiarkan operasi mereka, seperti yang terjadi di mal Westgate, Kenya, tahun lalu.
Kontraproduktif
Tetapi, sesal Weimann, upaya-upaya untuk membendung aktivitas teroris di dunia maya sejauh ini tidak berhasil, bahkan kontraproduktif.
"Tidak ada cara untuk memblokir mereka," jelas dia, sambil menambahkan bahwa yang terbaik adalah terus melacak, memantau, dan belajar dari pola perilaku mereka di dunia maya.
"Sangat krusial untuk memantau teroris di dunia maya, tetapi semua itu harus diatur (dalam undang-undang)," tutup Weimann. (Wire)