Sejarah Kitab Sutasoma dan Makna yang Terkandung di Dalamnya

Rifan Aditya Suara.Com
Sabtu, 14 Agustus 2021 | 14:07 WIB
Sejarah Kitab Sutasoma dan Makna yang Terkandung di Dalamnya
Kakawin Sutasoma atau Kitab Sutasoma ditulis oleh Mpu Tantular (instagram/museum_nasional_indonesia)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Sutasoma merupakan sorang putra dari Prabu Mahaketu, raja kerajaan Astina. Dalam perjalanan hidupnya ia lebih tertarik untuk memperdalam ajaran Buddha dibandingkan harus mengemban tugas sebagai penerus ayahnya untuk menjadi raja, tibalah malam dimana sang pangeran memtuskan untuk melakukan semedi pada pegunungan Himalaya.

Selama ia menjani pencarian jati dirinya tersebut Sutasoma kerap kali dihadapapkan pada beberapa ujian, seperti melawan raksasa dengan kepala gajah, raksasa pemakan daging manusia, ular naga, harimau betina. Beberapa kejadian tersebut merupakan ujian yang harus dilalui oleh sang pangeran untuk meningkatkan kualitas dirinya.

Perjalanan terus berlanjut sampai Sutasoma bertemu dengan sepupunya yang bernama Prabu Dasabahu yang sedang berperang dengan anak buah Prabu Kalmasapada. Pasukan Prabu Kalmasapada kalah dan meminta pertolongan kepada Sutasoma.

Menyadari bahwa yang dilawan Prabu Dasabahu adalah sang sepupu membuatnya untuk mengurungkan niat perang. Ia justru membawa Pengeran Sutasoma untuk diajak ke negerinya dan dijadikan sebagai ipar. Saat kembali ke Astina, Sutasoma diberikan gelar raja dengan gelar Prabu Sutasoma.

Bhinneka Tunggal Ika

Rwaneka dhatu winuwus
Buddha Wiswa
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen
Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa

Bait di atas merupakan kutipan dalam Kitab Kakawin Sutasoma tepatnya pada pupuh 139 bait 5. Kata-kata tersebutlah yang juga digunakan oleh pendiri bangs akita dalam merumuskan semboyan negara yang berbunyi Bhinneka Tunggal Ika.

Bait tersebut menceritakan bahwa perbedaan yang terjadi antara Buddha dan Siwa bukanlah sebuah halangan untuk tetap saling mengasihi. Sedangkan kebenaran Buddha dan Siwa adalah tunggal.

Maka jika diartikan secara setiap kata akan muncul makna "Bhinneka" yang bermakna ragam dan ika bermakna satu, kemudian jika digabungkan akan muncul makna meskipun berbeda-beda namun tetap satu.

Baca Juga: Sosok Ashin Jinarakkhita, Biksu Buddha Pertama di Indonesia

Demikian adalah ulasan tentang sejarah dan makna yang terkandung di dalam kita Sutasoma, semoga bermanfaat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI