Suara.com - Sebuah penelitian baru akhirnya menjelaskan fenomena umum yang sering kita alami: ikut merasa ngilu, meringis, atau bahkan memegang bagian tubuh tertentu ketika melihat seseorang terluka, baik secara langsung maupun di layar film.
Studi yang dipimpin oleh Dr. Nicholas Hedger dari University of Reading itu menunjukkan bahwa otak manusia tidak hanya melihat adegan menyakitkan, tetapi juga “mengaktifkan bagian otak yang memproses sentuhan”, sehingga kita seperti ikut merasakannya.
Dalam laporan IFL Science (2/12/2025), Hedger menjelaskan bahwa saat seseorang menonton adegan seperti tokoh terpeleset, dipukul, atau terkena cedera, otak memunculkan respons seolah tubuh sendiri yang mengalami sentuhan atau benturan itu.
“Ketika Anda melihat orang lain ditusuk, dijatuhkan, atau bahkan digelitik, bagian otak yang memproses sentuhan ikut menyala dengan pola yang sesuai dengan bagian tubuh yang terlihat di layar,” ujarnya, mengutip IFL Science (2/12/2025). Hal ini membuat otak “mensimulasikan” sensasi fisik meskipun tubuh kita tidak benar-benar disentuh.

Untuk menguji hal itu, peneliti melibatkan 174 relawan yang diminta menonton klip pendek dari enam film Hollywood, di antaranya The Social Network, Inception, Ocean’s Eleven, Home Alone, Erin Brockovich, dan Star Wars: The Empire Strikes Back.
Selama pemutaran film, aktivitas otak mereka dipindai untuk melihat bagaimana otak merespons adegan-adegan tertentu. Pilihan film yang beragam memberi peneliti banyak variasi adegan cedera atau situasi yang memicu empati sensorik.
Hasil pemindaian menunjukkan bahwa sistem visual dan sistem pemrosesan sentuhan di otak saling terhubung sangat erat. Bagian dorsal sistem visual ternyata memetakan area tertentu pada layar ke bagian tubuh tertentu.
Misalnya, bagian otak yang berhubungan dengan wajah lebih responsif pada area atas layar, sedangkan bagian yang terhubung dengan kaki lebih aktif ketika adegan muncul pada area bawah layar. Ini menunjukkan bahwa otak membangun peta lokasi yang mencerminkan posisi tubuh manusia.
Tidak hanya itu, bagian ventral sistem visual ikut menyesuaikan aktivitasnya dengan bagian tubuh apa yang sedang dilihat penonton, terlepas dari posisi objek itu di layar.
Baca Juga: Detik-detik Gudang Logistik RS Pengayoman Cipinang Terbakar, 28 Pasien Dievakuasi
Artinya, jika seseorang sedang melihat tangan terluka dalam adegan film, bagian otak yang berkaitan dengan tangan ikut aktif, meski tangan itu ditampilkan di tengah atau atas layar. Dengan kata lain, otak memprioritaskan informasi tubuh, bukan hanya posisi visual.
Menurut Hedger, hubungan dua arah antara sistem visual dan sistem sentuhan ini sangat membantu kita dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, ketika seseorang berjalan dalam gelap dan rabaan tangan menyentuh benda di sekitar, informasi sentuhan itu membantu otak membangun gambaran ruang bahkan tanpa cahaya. Otak “mengisi kekosongan” dengan menggabungkan sinyal dari berbagai indera untuk menciptakan pemahaman yang utuh tentang lingkungan.
Penemuan ini juga membuka peluang baru untuk memahami kondisi neurologis tertentu, seperti autisme. Ada teori yang menyebut bahwa kemampuan seseorang untuk “mensimulasikan” pengalaman orang lain di dalam pikiran merupakan bagian penting dari empati dan interaksi sosial.
Jika proses ini berjalan berbeda pada orang autis, penelitian dengan metode menonton film dapat menjadi cara yang lebih ramah dan tidak melelahkan untuk mempelajari cara otak mereka bekerja. “Metode ini jauh lebih nyaman dibandingkan tes sensorik tradisional yang bisa melelahkan, terutama bagi anak atau individu dengan sensitivitas tinggi,” jelas Hedger, mengutip IFL Science (2/12/2025).
Pada akhirnya, para peneliti menyimpulkan bahwa temuan ini mengungkap prinsip dasar baru tentang cara otak manusia terorganisasi. Otak tidak bekerja secara terpisah antara melihat dan merasakan, melainkan menautkan keduanya untuk membantu kita memahami apa yang terjadi pada orang lain.