“Dengan tidak adanya kenaikan harga, dalam perspektif pemisahan administrasi negara dan administrasi usaha hal tersebut merupakan praktik yang tidak baik,” ujarnya.
Kepedulian atau pemberian subsidi merupakan wilayah administrasi negara sehingga menjadi tanggung jawab pemerintah bukan badan usaha. Sedangkan tugas Pertamina sebagai badan usaha adalah mencari keuntungan untuk kemudian dikembalikan kepada seluruh rakyat Indonesia.
“Perlu ada penataan ulang mengenai pembagian peran tersebut. Menurut saya tugas melindungi daya beli masyarakat bukan menjadi tupoksi Pertamina tetapi domain negara yang dalam hal ini dilaksanakan oleh pemerintah,” ucapnya.
Menurut Komaidi, pemerintah dan Pertamina perlu lebih proporsional dalam mengambil kebijakan. Dia mencontohkan BBM dengan RON 90 merupakan nonsubsidi yang tidak diberikan subsidi di APBN.
Maka, semua pihak yang terkait dengan penentuan harga perlu konsisten jika BBM dengan kategori nonsubsidi, pemerintah tidak bisa menetapkan harganya karena harus mengacu pada mekanisme pasar.
“Maksimal yang dapat dilakukan adalah menetapkan batasan harga tertinggi dan harga terendah untuk melindungi kepentingan produsen dan konsumen. Jika, memang tidak dibolehkan untuk disesuaikan harganya saya kira perlu konsisten saja yaitu dijadikan RON 90 sebagai BBM subsidi,” katanya.
Fahmy Radhi, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), mengatakan sebagai negara net importer Indonesia dinilai sangat dirugikan dengan kenaikkan harga minyak dunia hingga di atas US$110 per barel. Kenaikan harga minyak tersebut akan sangat memberatkan berban APBN.
“Beban APBN itu untuk memberikan kompensasi pada saat Pertamina menjual BBM di bawah harga keekonomian. Kalau tidak ada kenaikkan harga BBM di dalam negeri beban APBN semakin berat,” katanya.
Kendati demikian, ujar dia, apabila ada kebijakan kenaikan harga hal itu dilematis bagi Pemerintah. Pasalnya, kenaikan harga BBM berpontensi menaikkan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat. Maka, pada saat harga minyak dunia di atas US$100 per barel, pemerintah perlu naikkan harga BBM secara selektif, yakni menaikkan harga Pertamax ke atas dan menghapus Premium.
Baca Juga: Cara Menghitung Konsumsi BBM Mobil yang Lebit Akurat
“Namun jangan naikkan harga Pertalite,” kata dia.
Menurut Fahmy, penaikan harga Pertamax ke atas tidak akan berpengaruh terhadap inflasi dan tidak menurunkan daya beli masyarakat. Alasannya, proporsi konsumen kecil dan Pertamax tidak digunakan tranportasi sehingga tidak secara langsung menaikkan biaya distribusi yang memicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang memicu inflasi dan memperpuruk daya beli rakyat.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman sebelumnya mengatakan Pertamina terus mencermati kenaikan harga minyak mentah dunia dan dampak-dampak strategisnya.
Yang pasti, kata dia, Pertamina berupaya menjaga pasokan BBM dan Elpiji nasional, menjamin distribusi komoditas penting tersebut sampai ke seluruh masyarakat Indonesia serta memastikan keberlanjutan ekosistem energi nasional di tengah tantangan harga minyak mentah dunia yang terus melambung.
“Kegiatan operasional Pertamina dari hulu, kilang sampai hilir, tetap berjalan dengan baik untuk menjaga ketahanan energi nasional,” ujar Fajriyah.
Menurut dia, dengan upaya ini Pertamina memastikan ekosistem migas nasional juga dapat berjalan dengan baik agar terus menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi nasional.