Cicilan Utang RI Bikin Ketar-ketir

Selasa, 24 Juni 2025 | 14:44 WIB
Cicilan Utang RI Bikin Ketar-ketir
Ilustrasi utang. Bank Dunia melontarkan evaluasi penting mengenai kondisi utang Indonesia.

Suara.com - Bank Dunia melontarkan evaluasi penting mengenai kondisi utang Indonesia. Meski secara total utang pemerintah masih terbilang rendah dibandingkan negara-negara berpendapatan menengah lainnya, ada satu angka yang patut jadi perhatian serius yakni rasio bunga cicilan utang terhadap pendapatan negara yang dinilai cukup tinggi.

Kondisi ini menurut lembaga keuangan ini bikin sedikit ketar-ketir.

Peringatan ini disampaikan oleh Lead Economist World Bank Indonesia and Timor Leste, Habib Rab, dalam acara "People-First Housing: A Roadmap From Homes to Jobs to Prosperity in Indonesia".

"Jadi, meskipun tingkat utang pemerintah di Indonesia rendah, utang pemerintah berada di sekitar 40% dari PDB, dibandingkan dengan 55% untuk rata-rata negara berpendapatan menengah," kata Rab ditulis, Selasa (24/6/2025).

Namun, di balik angka utang yang moderat, Rab membeberkan fakta mengejutkan dimana rasio bunga terhadap pendapatan Indonesia mencapai sekitar 20%. Angka ini jauh di atas rata-rata negara berpendapatan menengah ke atas yang hanya sekitar 8,5%, bahkan lebih tinggi dari rata-rata negara berpendapatan tinggi yang berkisar 4%.

Artinya, sebagian besar pendapatan negara harus dialokasikan untuk membayar bunga utang, mengurangi ruang fiskal untuk belanja pembangunan dan program pro-rakyat.

Rab menjelaskan, ada dua alasan utama di balik fenomena ini, pertama karena pengumpulan pendapatan pajak yang rendah: "Tentu saja, pengumpulan pendapatan pemerintah cukup rendah," ungkap Rab.

Dalam kondisi ini, meskipun pembayaran bunga secara absolut mungkin tidak terlalu besar, proporsinya menjadi signifikan ketika pendapatan negara itu sendiri masih terbatas. Rab menambahkan bahwa ini juga berhubungan erat dengan pasar keuangan RI yang dangkal.

Pasar keuangan yang kurang dalam dapat mempersulit perusahaan untuk memanfaatkan sistem keuangan secara optimal untuk transaksi dan investasi, yang pada gilirannya dapat membuat penghindaran atau bahkan penggelapan pajak menjadi lebih mudah.

Baca Juga: Awan Gelap Selimuti Ekonomi RI, Prabowo Bisa Apa?

Alasan kedua berkaitan dengan kondisi global. "Selama periode ketidakpastian, imbal hasil obligasi cenderung meningkat," kata Rab. Fenomena ini, yang diperparah dengan spread obligasi yang juga cenderung meningkat, terutama saat suku bunga global masih tinggi, meningkatkan biaya pinjaman bagi pemerintah. "Dan ini selanjutnya meningkatkan rasio bunga terhadap pendapatan," tambahnya.

Rab menekankan bahwa semua tantangan ini saling terkait. Pasar keuangan yang dangkal, mobilisasi pendapatan yang rendah, dan peningkatan volatilitas global semakin memperkuat pentingnya disiplin fiskal dan moneter.

Diketahui nilai utang pemerintah pusat mengalami kenaikan per Januari 2025. Nilainya sebesar Rp 8.909,14 triliun atau naik sekitar 1,22% dari catatan per Desember 2024 sebesar Rp 8.801,09 triliun.

Data ini terungkap dalam Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan 2024.

Total utang pemerintah pusat per Januari 2025 itu terdiri dari pinjaman senilai Rp 1.091,90 triliun dan hasil penerbitan Surat Berharga Negara atau SBN sebesar Rp 7.817,23 triliun.

Untuk pinjaman, terdiri dari pinjaman luar negeri sebesar Rp 1.040,68 triliun. Pinjaman luar negeri itu berasal dari bilateral sebesar Rp 272,45 triliun, multilateral Rp 604,53 triliun, dan komersial Rp 163,7 triliun.

Sementara itu, untuk pinjaman dalam negeri nilainya hanya sebesar Rp 51,23 triliun.

Adapun total utang yang berasal dari penerbitan SBN mayoritas berasal dari denominasi rupiah sebesar Rp 6.280,13 triliun, sedangkan yang dalam bentuk denominasi valuta asing atau valas sebesar Rp 1.537,11 triliun.

Sebagai informasi,utang jatuh tempo Indonesia pada tahun 2025 mencapai Rp 800,33 triliun. Angka itu terdiri dari sebesar Rp 705,5 triliun berupa Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp 94,83 triliun berupa pinjaman.

Pada bulan Juni 2025 ini saja, pemerintah Indonesia akan menghadapi beban pembayaran utang jatuh tempo terbesar sepanjang tahun, dengan total mencapai Rp 178,9 triliun.

Puncak pembayaran ini terutama berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) yang jatuh tempo. Pemerintah telah menyatakan kesiapannya untuk memenuhi kewajiban pembayaran ini tepat waktu dan jumlah.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI