Suara.com - Simon Tahamata pernah menyampaikan bahwa pembinaan pemain junior di indonesia kurang optimal.
PSSI baru-baru ini mengumumkan bahwa Simon Tahamata ditunjuk sebagai Kepala Pemandu Bakat atau Head of Scouting.
Posisi tersebut akan vital karena berperan dalam memetakan dan merekrut talenta potensial dari berbagai penjuru dunia, termasuk diaspora Indonesia di Eropa.
Meski begitu, kehadiran mantan pemain timnas Belanda itu disinyalir bisa menemukan bakat-bakat hebat dari Tanah Air.
Pasalnya ia pernah menyampaikan prihatin terhadap pembinaan pemain muda di Indonesia kurang optimal.
![Kata Pertama Simon Tahamata Usai Resmi Jadi Kepala Pemandu Bakat [Instagram PSSI]](https://media.suara.com/pictures/original/2025/05/22/85236-simon-tahamata.jpg)
"Beta prihatin karena pembinaan kepada pemain junior kurang optimal," ucap Simon Tahamata dikutip dari Antara Maluku pada 2010 silam.
Simon Tahamata menyebut bahwa pembinaan yang kurang optimal membuat Perstuan Sepak Bola Ambon (PSA) sempat tidak aktif.
"Akibatnya PSA Ambon tidak bisa mengikuti kompetisi Liga Indonesia. Saya dengar PSA padahal cukup disegani dalam kiprah sepak bola nasional dan bila saat ini tidak aktif lagi itu disayangkan," sambungnya lagi.
Hadirnya Simon Tahamata juga tidak serta merta akan fokus ke naturalisasi pemain keturunan.
Baca Juga: Resmi! Simon Tahamata Kepala Pemandu Bakat Timnas Indonesia
Sebab, ia pernah menyampakan bahwa naturalisasi harus dilakukan secara cermat.
“Perhitungan PSSI harus matang dan cermat dalam melakukan naturalisasi pemain. Jika tidak maka program ini (naturalisasi) tidak akan berhasil mendongkrak prestasi Indonesia di pentas sepakbola internasional," bebernya.
Lebih lanjut, Simon Tahamata menekankan bahwa banyak pemain keturunan Maluku yang memiliki keinginan membela Timnas Indonesia.
Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan PSSI untuk memastikan bahwa pemain yang dipilih benar-benar mampu berkontribusi secara signifikan.
Naturalisasi dalam pandangannya, bukan sekadar formalitas, tetapi harus menjadi bagian dari strategi jangka panjang demi kemajuan sepak bola Indonesia.
Meski banyak talenta potensial dari Maluku yang bermain di luar negeri, faktor sejarah dan hubungan politik antara Indonesia, Belanda, dan Maluku kerap menjadi pertimbangan bagi sejumlah pemain dalam mengambil keputusan.
![Legenda Ajax berdarah Ambon, Simon Tahamata [Tangkap layar Instagram]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/02/07/88771-simon-tahamata.jpg)
Oleh karena itu, PSSI diharapkan dapat menjalankan kebijakan naturalisasi dengan bijaksana, tidak hanya demi prestasi jangka pendek, tetapi juga untuk perkembangan sepak bola Indonesia secara keseluruhan.
“Saya mendukung program naturalisasi dan banyak pemain asing keturunan Maluku juga bersedia untuk pulang kampung membela negaranya,” kata Simon Tahamata.
“Tetapi hendaknya dilakukan dengan bijaksana dan melalui analisa dan pengkajian mendalam, sehingga berdampak besar bagi perkembangan sepakbola Indonesia.” pungkasnya.
Kehadiran Simon Tahamata di tubuh PSSI bukan sekadar simbol, melainkan bagian dari strategi pembinaan jangka panjang yang kini mulai dibenahi dengan pendekatan lebih profesional dan berwawasan global.
Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, menyambut hangat bergabungnya Simon ke dalam struktur organisasi.
"Kami sangat gembira menyambut Simon Tahamata ke dalam keluarga besar PSSI. Keahlian dan pengalamannya akan menjadi aset berharga dalam perjalanan kami menuju panggung dunia," ujar Ketua PSSI Erick Thohir, dikutip dari situs resmi PSSI, Kamis (22/5/2025).
Menempati posisi sebagai Kepala Pemandu Bakat, Simon akan bertanggung jawab untuk menjaring pemain muda potensial baik dari dalam negeri maupun diaspora Indonesia, khususnya yang berada di Belanda.
Dalam tugasnya, Simon akan berkolaborasi dengan sejumlah tokoh penting, seperti Patrick Kluivert, Gerald Vanenburg, dan Nova Arianto, guna memastikan proses regenerasi talenta berjalan dengan baik dan konsisten.
Simon Tahamata sendiri bukan nama asing di dunia sepak bola Eropa. Lahir di Vught, Belanda, pada 26 Mei 1956, ia memiliki darah keturunan Maluku.
Sebagai pemain, ia pernah membela Timnas Belanda antara tahun 1979 hingga 1986, dengan total 22 penampilan dan mencetak dua gol.
Debutnya di level internasional terjadi saat melawan Argentina dalam laga perayaan ulang tahun FIFA ke-75 di Swiss.
Karier profesional Simon dimulai dari akademi Ajax Amsterdam, klub yang membesarkannya setelah meniti jalan awal di TSV Theole.
Bersama Ajax, ia berhasil mengangkat tiga trofi Liga Belanda dan satu Piala KNVB.
Ia kemudian melanjutkan petualangannya di Belgia bersama Standard Liege dan meraih dua gelar liga serta satu Piala Belgia.
Kariernya juga mencatatkan nama-nama klub seperti Feyenoord, Beerschot, hingga Germinal Ekeren, sebelum akhirnya gantung sepatu pada 1996.
Setelah pensiun, Simon fokus pada pengembangan pemain muda. Ia aktif melatih di akademi sejumlah klub seperti Ajax, Standard Liege, dan Beerschot.
Ia juga sempat melatih di Timur Tengah bersama Al Ahli di Arab Saudi.
Sejak 2015, Simon menjalankan akademi sepak bola miliknya, Simon Tahamata Soccer Academy, yang dikenal menekankan teknik bermain serta pembentukan karakter pemain sejak dini.
Atas kontribusinya dalam dunia sepak bola, Ajax Amsterdam memberi penghargaan khusus pada Simon dalam laga melawan Utrecht, 3 Maret lalu.
Sebuah spanduk besar bertuliskan “Oom Simon, Terima Kasih” terbentang di Johan Cruyff Stadium sebagai bentuk apresiasi terhadap dedikasinya.
Simon dijadwalkan akan tiba di Indonesia pada akhir Mei 2025 untuk segera memulai perannya dalam membina generasi emas sepak bola Tanah Air.