Statistik 4 Laga Patrick Kluivert Bersama Timnas Indonesia, Apa yang Harus Dievaluasi?

Arief Apriadi Suara.Com
Jum'at, 13 Juni 2025 | 13:26 WIB
Statistik 4 Laga Patrick Kluivert Bersama Timnas Indonesia, Apa yang Harus Dievaluasi?
Statistik 4 Laga Patrick Kluivert Bersama Timnas Indonesia, Apa yang Harus Dievaluasi. [Dok. KitaGaruda]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Patrick Kluivert telah menuntaskan empat pertandingan awalnya sebagai pelatih kepala Timnas Indonesia, dengan hasil yang layak menjadi bahan evaluasi serius jelang babak keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.

Debutnya bersama skuad Garuda dimulai dengan kekalahan pahit 1-5 dari Australia di Sydney.

Meskipun sempat mendapat peluang emas dari titik penalti lewat Kevin Diks, hanya Ole Romeny yang berhasil mencetak satu-satunya gol hiburan dalam laga tersebut.

Kekalahan ini langsung menyorot kemampuan bertahan tim serta efektivitas serangan yang belum terbentuk solid.

Empat hari berselang, Kluivert membawa angin segar ketika Indonesia berhasil menekuk Bahrain 1-0 di Stadion Utama Gelora Bung Karno.

Ole Romeny kembali menjadi penyelamat lewat gol tunggalnya, mempertegas perannya sebagai andalan utama di lini depan.

Rotasi yang diterapkan pun menunjukkan progres, ketika nama-nama seperti Rizky Ridho dan Joey Pelupessy tampil sejak menit awal dan memberikan kestabilan tambahan.

Laga ketiga melawan China pada 5 Juni menjadi penentu krusial. Lewat kemenangan tipis 1-0—lagi-lagi berkat penalti Romeny—Indonesia berhasil mencetak sejarah dengan lolos ke ronde keempat kualifikasi.

Pencapaian ini menjadi tonggak penting bagi sepak bola nasional yang belum pernah melaju sejauh ini dalam format kualifikasi Piala Dunia.

Baca Juga: Jam Rolex untuk Pemain Timnas Indonesia Jadi Polemik, Menpora Pasang Badan

Namun ujian sesungguhnya datang pada pertandingan terakhir Grup C. Menghadapi Jepang di Suita City Football Stadium, skuad Garuda dibantai habis-habisan dengan skor 0-6.

Hasil ini membuka fakta bahwa masih ada jarak lebar antara Indonesia dan tim-tim papan atas Asia.

Dalam laga tersebut, Kluivert memilih pendekatan defensif dengan formasi 5-4-1. Sayangnya, strategi ini tidak berhasil membendung gempuran Jepang yang menguasai hingga 71% penguasaan bola.

Timnas Indonesia hanya mampu mencatatkan 268 operan dengan akurasi 75%, tertinggal jauh dari Jepang yang membuat 644 operan dengan akurasi 90%.

Tak satu pun tembakan Indonesia mengarah ke gawang. Serangan pun macet total.

Ole Romeny yang diplot sebagai penyerang tunggal benar-benar terisolasi karena minimnya suplai dari lini tengah dan sektor sayap.

"Ole Romeny menjadi target utama serangan, namun strategi ini mudah dibaca dan dihentikan oleh Jepang."

Masalah juga muncul dari pertahanan. Mees Hilgers yang diharapkan menjadi benteng kokoh justru tampil di bawah performa terbaiknya.

Celah di lini belakang dengan mudah dieksploitasi oleh Daichi Kamada dan Takefusa Kubo yang terlalu bebas bergerak. Jepang pun mencatat total 21 tembakan, 11 di antaranya tepat sasaran.

Rotasi besar yang dilakukan Kluivert—termasuk menurunkan Dean James, Yance Sayuri, dan Beckham Putra—juga dianggap kurang tepat waktu.

Beberapa pemain terlihat belum siap tampil dalam laga berintensitas tinggi, sehingga keputusan tersebut dinilai lebih sebagai eksperimen daripada strategi matang.

"Kekalahan telak ini menjadi bukti bahwa eksperimen besar tanpa persiapan matang bisa berakhir tragis."

Dari empat pertandingan tersebut, statistik Indonesia di bawah Kluivert mencatat dua kemenangan dan dua kekalahan.

Tim hanya mampu mencetak tiga gol, semuanya lewat Ole Romeny, dan kebobolan sebelas kali. Ini menjadi sinyal bahwa lini serang terlalu bergantung pada satu pemain, sedangkan lini pertahanan masih sangat rapuh.

Meski sukses lolos ke fase berikutnya, tantangan Indonesia akan jauh lebih berat di ronde keempat.

Tim-tim unggulan seperti Iran, Korea Selatan, dan Qatar berpotensi menjadi lawan berikutnya. Maka dari itu, evaluasi total wajib dilakukan.

Taktik yang digunakan perlu dipertajam, terutama untuk mengatasi tekanan tinggi dari lawan.

Selain itu, peningkatan kualitas fisik, organisasi permainan, dan kedalaman skuad menjadi PR besar yang harus segera dituntaskan.

Patrick Kluivert tidak bisa lagi hanya berperan sebagai pelatih transisi.

Di fase selanjutnya, ia dituntut untuk menunjukkan identitas permainan yang jelas, fleksibel, dan mampu bersaing di level tertinggi.

Waktu persiapan menuju Oktober memang masih ada, namun tanpa pembenahan menyeluruh, Indonesia bisa kembali menelan hasil menyakitkan seperti saat menghadapi Jepang.

Kontributor : Imadudin Robani Adam

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI