Suara.com - Regulasi anyar Super League 2025/2026 yang memperbolehkan pendaftaran hingga 11 pemain asing di tiap klub menuai sorotan tajam dari banyak pihak. Salah satu yang turut angkat bicara adalah pelatih Dewa United, Jan Olde Riekerink
Pelatih asal Belanda yang juga "guru" dari pelatih Timnas Indonesia, Patrick Kluivert itu menyuarakan harapan agar para pemain lokal Indonesia tidak ciut nyali.
Jan Olde berharap para pemain lokal justru menjadikan situasi ini sebagai pemicu untuk berkembang, bahkan jika perlu, mencari tantangan baru di luar negeri demi mengasah kualitas mereka.
Super League (dulu Liga 1) musim 2025/2026 bakal dimulai pada 8 Agustus mendatang dengan sejumlah perubahan penting.
Salah satu regulasi yang paling menyita perhatian adalah kuota 11 pemain asing yang bisa didaftarkan oleh klub.
Meski hanya delapan yang boleh diturunkan dan masuk daftar susunan pemain (DSP), keputusan ini tetap menimbulkan kekhawatiran akan semakin menyempitnya ruang untuk pemain lokal.
Namun, Jan Olde Riekerink melihatnya dari sudut pandang berbeda.
Ia meyakini, jika para pemain Indonesia punya determinasi dan semangat juang tinggi, mereka tetap bisa bersaing secara sehat dengan para pemain impor.
“Kalau dipikir juga pemain Indonesia bisa bersaing dengan pemain asing,” ujar Jan Olde kepada awak media.
Baca Juga: Timnas Indonesia Era STY Dipuji 3 Pelatih Top Dunia, Patrick Kluivert Malah Dicibir
Ia menyebut, kehadiran para pemain asing justru dapat menjadi sumber pembelajaran bagi pemain lokal, terutama dari sisi intensitas latihan, kedisiplinan, serta etos kerja.
“Pemain Indonesia bisa belajar banyak dari pemain asing, jadi jika mereka berlatih bersama mereka. Dan intensitasnya tinggi,” tambahnya.
Jan bahkan mencontohkan pemain-pemain seperti Edo Febriansyah dan Wahyu Prasetyo yang menunjukkan kemampuan bersaing dan beradaptasi di tengah persaingan ketat dengan pemain asing.
Ia juga menyebut Ricky Kambuaya dan Theo sebagai contoh pemain lokal yang punya kualitas mumpuni di posisi mereka masing-masing.
“Hari ini kita melihat Edo (Febriansyah), bagaimana dia beradaptasi. Tapi saya pikir pada akhirnya mereka semua bisa bersaing, Wahyu (Prasetyo) juga.”
Lebih jauh, Jan Olde Riekerink berbagi kisah mengenai Wesley Sneijder, salah satu anak didiknya saat masih muda di Belanda.
Ia menilai, keputusan Sneijder untuk meninggalkan kompetisi domestik adalah langkah tepat untuk mengembangkan kariernya.
“(Wesley) Sneijder, saya melatihnya ketika dia berusia 10, 11, 12 tahun. Tapi kemudian dia bermain melawan pemain berusia 14 tahun, 16 tahun.”
“Jika dia tetap di Belanda. Dia tidak akan pernah menjadi pemain top dunia. Itulah saat dia pergi ke Italia. Saat dia pergi ke Spanyol.”
Dari cerita itu, Jan ingin mendorong pemain Indonesia agar jangan takut mengambil risiko serupa: berani meninggalkan zona nyaman dan mencoba peruntungan di luar negeri, terutama ketika kompetisi lokal mulai terlalu didominasi pemain asing.
Alasan Regulasi 11 Pemain Asing
Regulasi anyar soal kuota pemain asing ini disahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Liga Indonesia Baru (LIB) pada 7 Juli 2025.
Direktur Utama LIB, Ferry Paulus, menjelaskan bahwa perubahan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas kompetisi secara menyeluruh.
Musim sebelumnya, klub hanya boleh mengontrak 8 pemain asing dan menurunkan maksimal 6 dalam satu pertandingan.
Kini, klub boleh mendaftarkan hingga 11 pemain asing, meski tetap hanya boleh memainkan dan mencantumkan 8 di DSP. Sisanya, menjadi pelapis.
“Jadi 8 yang main, di DSP 8, kemudian 11 yang didaftarkan,” kata Ferry.
Kendati demikian, ada catatan penting: saat pergantian pemain asing, pemain pengganti harus dari kalangan lokal.
Tujuannya adalah tetap memberi ruang bermain bagi pemain domestik di tengah dominasi asing.
Tak hanya itu, regulasi lain juga mewajibkan setiap tim mendaftarkan minimal lima pemain U-23 (kelahiran 2003 ke atas), dengan satu di antaranya harus bermain minimal 45 menit setiap pertandingan.
“Runutan untuk under 23, kelahiran 2003 bermain 45 menit yang didaftarkan adalah 5 pemain,” jelas Ferry.
Penambahan kuota asing ini disebut sebagai bentuk penyesuaian terhadap tuntutan klub-klub peserta yang menilai kebijakan sebelumnya “nanggung”.
“Klub merasa bahwa ‘jadi nanggung’. Apalagi kami punya keinginan, tanpa mengesampingkan lokal, mau menuhin Asia 11,” ujar Ferry.