Meski sempat diragukan, Vanenburg mampu menjawab keraguan dengan membawa Indonesia ke final.
Salah satu langkah taktisnya yang mencuri perhatian adalah ketika ia memainkan Muhammad Ferarri—bek tengah—sebagai striker dadakan di semifinal kontra Thailand. Hasilnya? Ferarri berkontribusi pada gol penyama kedudukan yang diselesaikan Jens Raven.
Jens Raven, yang saat ini menyandang top skor turnamen, menjadi ujung tombak dari skema Vanenburg yang menekankan penguasaan bola, transisi cepat, dan pertahanan solid. Di fase grup, Timnas Indonesia U-23 mencatatkan rata-rata penguasaan bola di atas 70 persen, angka yang mengindikasikan filosofi bermain dominan ala sang pelatih Belanda.
Duel Dominasi Bola vs Fleksibilitas Taktik

Pertarungan taktik Vanenburg vs Kim Sang-sik menjadi magnet utama di laga final ini. Jika Vietnam tampil dominan dengan kedisiplinan tinggi dan kontrol permainan rapi, maka Timnas Indonesia datang dengan pendekatan lebih dinamis, mengandalkan fleksibilitas dan momen transisi.
Kemenangan di final nanti juga akan menjadi pembalasan manis bagi Garuda Muda, setelah kalah lewat adu penalti di final edisi 2023 dari Vietnam.
Rivalitas antara kedua negara di level U-23 pun makin menguat, mengingat Indonesia sempat menyingkirkan Vietnam di semifinal 2019.
Stadion Utama Gelora Bung Karno diprediksi akan membludak, menjadi saksi apakah Gerald Vanenburg bisa mempersembahkan gelar AFF U-23 pertama sejak 2019, atau Kim Sang-sik akan melanjutkan dominasi Vietnam sebagai penguasa sepak bola muda Asia Tenggara.
Jika berbicara soal prestasi dan pengalaman di level Asia Tenggara, Kim Sang-sik mungkin sedikit lebih unggul. Tapi jika menilik perkembangan tim, keberanian taktik, dan faktor tuan rumah, Vanenburg punya potensi besar memberi kejutan.
Baca Juga: 4 Pemain Vietnam yang Wajib Diwaspadai Timnas Indonesia U-23 di Final Malam Ini
Dengan dukungan penuh publik SUGBK dan racikan taktik dari Vanenburg, peluang Timnas Indonesia untuk menaklukkan Vietnam dan menjadi juara Piala AFF U-23 2025 sangat terbuka lebar.