Namun, apa yang membuat kisahnya relevan? Karena setiap kali kamu nge-scroll konten viral, kamu juga merayakan warisan mereka yang tak lagi viral—tapi fundamental.
Namanya sempat terseok di koran. Tapi kini, hanya butuh satu swipe untuk membangkitkan narasinya.
Phwa adalah pemantik cerita panjang: soal keberagaman, soal dedikasi, soal bahwa Indonesia punya akar kuat di sepak bola, bukan cuma cengram media sosial.
Pemain keturunan Tionghoa seperti Phwa, Tan Ling Houw, Kwee Kiat Sek, Thio Him Tjiang dulu jadi pilar Timnas, kini justru kurang menyinari jagat digital.
Karena sepak bola bukan hanya klasemen atau gol best-of. Ia juga tentang bagaimana kita merayakan ingatan, bagaimana satu nama di arsip bisa jadi anthem yang diam-diam mengikat generasi.
Phwa Sian Liong adalah pengingat bahwa cerita besar lahir dari sunyi. Bahwa lapangan legendaris, pelatih asing, rival besar—semuanya mendapat makna karena ada pemain seperti dia.
Jadi ketika kamu nge-like postingan Ole Romeny atau Jay Idzes, coba luangkan sejenak untuk memikirkan mereka yang sudah menabrak sejarah sebelum ada highlight di TikTok.
Catatan Rekam Jejak Phwa Sian Liong
Persebaya (1949–54): 17 penampilan, 0 gol
Baca Juga: Kata-kata Ragnar Oratmangoen Siap Gantikan Ole Romeny di Timnas Indonesia
Persija (1954–57): 6 penampilan, 2 gol
Persebaya (1957–67): 46 penampilan, 17 gol
Timnas Indonesia (1953–63): 50 caps, 8 gol
Prestasi Timnas Indonesia:
Olimpiade 1956 (Imbang Uni Soviet)
Asian Games 1958 (Perunggu)