Namun berkat suntikan investasi baru, mereka bangkit dan kembali menjadi kekuatan utama di Kazakhstan.
Titik balik lain terjadi pada 2020 ketika Kairat merebut gelar Liga Kazakhstan setelah penantian 16 tahun.
Gelar itu menjadi pondasi bagi klub untuk membangun skuad yang lebih kompetitif hingga akhirnya musim lalu mereka kembali juara liga dan berhak tampil di kualifikasi Liga Champions 2025/26.
Dari Beton Soviet ke Panggung Eropa
Gaya bermain Kairat di era Soviet dulu dikenal dengan sebutan “Kairat Beton”, karena pertahanan mereka yang kokoh meski minim produktivitas gol.
Kini, dengan pelatih Kirill Keker, Kairat mencoba tampil lebih modern, mengandalkan organisasi pertahanan rapat dipadu serangan balik cepat.
Skuad mereka memang tidak bertabur bintang dunia, namun banyak pemain muda Kazakhstan dipadukan dengan beberapa legiun asing berkualitas.
Identitas sebagai tim pekerja keras tetap melekat, sesuatu yang bisa merepotkan lawan-lawannya nanti di fase liga.
Keberhasilan ini bukan hanya milik Kairat, tapi juga seluruh sepak bola Kazakhstan.
Baca Juga: Kans Chelsea di Liga Champions, Ini Calon Lawan Berat The Blues di Fase Grup
Selama ini, FC Astana menjadi klub yang paling sering mewakili Kazakhstan di kompetisi Eropa, termasuk tampil di fase grup Liga Champions 2015/16.
Kini giliran Kairat yang membuka lembaran baru dan membawa nama negaranya ke kancah elite.
Tantangan berat tentu menanti, mengingat mereka bisa berhadapan dengan klub-klub top seperti Real Madrid, Manchester City, Bayern Munich, hingga PSG.
Namun bagi Kairat, langkah pertama sudah mereka menangkan, menembus panggung utama Liga Champions.
Kontributor: M.Faqih