- Timnas Indonesia U-23 dominan tetapi minim efektivitas dalam menyerang.
- Kekalahan dari Korea Selatan membuat Garuda Muda gagal ke Piala Asia.
- Faktor fisik dan mental jadi masalah utama yang harus segera dibenahi.
Suara.com - Timnas Indonesia U-23 kembali menjadi sorotan usai laga kualifikasi Piala Asia 2026.
Penguasaan bola yang tinggi tidak mampu membawa Garuda Muda mencetak gol ke gawang Korea Selatan.
Pertandingan yang berlangsung Selasa malam itu berakhir dengan skor tipis 0-1 untuk lawan.
Ironisnya, meski menguasai 59 persen penguasaan bola, tak ada satu pun tembakan tepat sasaran.
Fenomena ini seolah menegaskan masalah klasik Timnas Indonesia U-23 di lini serang.
Masalah Menular dari Senior
Kondisi serupa sebelumnya juga menimpa tim senior di laga FIFA Matchday.
Saat melawan Lebanon, Timnas Indonesia mendominasi hingga 81 persen penguasaan bola.
Namun, dominasi itu sia-sia karena Jay Idzes dkk. tak mencatatkan tembakan ke gawang.
Baca Juga: Hwang Doyun Mimpi Buruk! Timnas Indonesia U-23 Gagal Lolos ke Piala Asia U-23 2026?
Dua laga beruntun ini memperlihatkan masalah serius dalam penyelesaian akhir Garuda.
Penguasaan bola tanpa hasil hanya menambah statistik tanpa makna kemenangan.
Gagal Lolos Piala Asia 2026
Kekalahan dari Korea Selatan membuat Timnas Indonesia U-23 tersingkir.
Hasil negatif ini memastikan Garuda Muda absen dari Piala Asia U-23 2026 di Arab Saudi.
Padahal peluang terbuka jika penguasaan bola bisa dikonversi menjadi gol.
Sebuah kerugian besar yang menambah daftar kegagalan Indonesia di level Asia.
Kegagalan ini memunculkan kritik soal strategi dan efektivitas serangan tim.
Evaluasi Performa Fisik
Pelatih Gerald Vanenburg memberikan penilaian pasca pertandingan di konferensi pers.
Menurutnya, faktor fisik menjadi salah satu penyebab utama kekalahan.
"Tadi di dalam ada pembicaraan seseorang mengatakan para pemain ini tidak bermain dengan hati, tapi justru sebaliknya. Mereka sudah memberikan segalanya yang dimiliki," ungkap Vanenburg.
"Tapi, masih kalah dari sisi fisik. Mereka sudah memberikan semua dan tetap kesusahan menghadapinya," tambahnya.
Minimnya menit bermain di klub disebut memengaruhi kondisi fisik para pemain muda.
Tantangan Bagi Pelatih
Patrick Kluivert dan Gerald Vanenburg kini menghadapi tantangan besar.
Bagaimana mengubah penguasaan bola tinggi menjadi serangan efektif yang berbuah gol.
Tanpa peningkatan kualitas penyelesaian akhir, dominasi permainan akan tetap sia-sia.
Langkah evaluasi harus menyentuh taktik, strategi, hingga program latihan fisik.
Kegagalan kali ini bisa jadi pelajaran berharga untuk perbaikan di masa depan.
Mental dan Konsistensi
Selain masalah fisik, aspek mental juga jadi sorotan dari publik.
Bermain melawan tim besar seperti Korea Selatan membutuhkan konsistensi tinggi.
Garuda Muda kerap tampil dominan di awal namun gagal menjaga ritme.
Tekanan mental membuat peluang yang ada tidak dimaksimalkan menjadi gol.
Ke depan, pembinaan mental akan sama pentingnya dengan pembinaan teknik.