Belum sih, kalau gelar show belum. Kalau dipanggil job iya. Karena saya masih baru hitungannya. Jadi, mungkin karena banyak yang lihat saya, terus udah gitu saya dirasa lucu, jadi saya dapet kesempatan.
Konsep Stand Up Comedy di Amerika seperti apa?
Ada dua jenis acara stand up. Acara stand up yang digelar oleh Comedy Club sama acara stand up yang digelar oleh sesama stand up comedian.
Nah yang sesama comedian ini biasanya di cafe, di bar. Terus saya banyaknya dipanggil ke situ. Karena mungkin mereka liat saya open mic, terus mereka pikir, 'Boleh juga nih si Pandji, gua ajaklah'. Tapi, masih jauhlah. Masih kecil.
![Pandji Pragiwaksono. [Instagram/pandji.pragiwaksono]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/09/28/45209-pandji-pragiwaksono.jpg)
Penyesuaian banget dong dengan budaya di sana?
Betul. Pertama secara bahasa rumit ya. Bahasa inggris saya sih gak jelek-jelek amat. Tapi tetap mikir gitu pas mau ngomong, bukan bahasa sendiri tuh. Tapi yang paling berat adalah menyesuaikan gaya joke yang lebih suka dikunyah oleh orang new York. Kayak kalau di Indonesia, saya kan banyak cerita tuh, panjang, panjang, punchline gitu.
Kalau di sana tuh pengennya cepet. Karena mereka sudah terbiasa nonton stand up kan. Jadi mereka duduk, udah gak usah basi basi, 'Lucunya mana?' gitu. Jadi taste nya lebih cepet gitu. Nah menyesuaikan itu, menyatukan referensi. Itu yang membuat prosesnya panjang banget untuk menyesuaikan.
Contoh stand up di Amerika itu kayak gimana?
Ya yang secara referensi cocok aja gitu, kayak saya punya beat tentang poligami. Beatnya kan sebenernya cuma, 'Saya gak pengen punya poligami bukan cuma karena gak pengen punya banyak istri, tapi gak pengen punya banyak mertua'. Nah itu mereka ngerti tuh, 'Banyak mertua pasti nyebelin tuh'. Jadi kalau referensinya cocok, saya alih bahasa.
Kesulitan bukan hanya di sisi karier, tapi juga keluarga. Nah memboyong keluarga gimana?