"Menurut gue, sosialnya bisa jadi di tempat les. Kan sekolah kita biar bertemu sama anak-anak lain," tutur Adipati Dolken.
"Di tempat les, menurut gue, lesnya jangan yang private, yang banyak orang juga. Les balet misalnya, ada anak-anak lain. Les musik, sosialisasinya bisa di mana aja kan, enggak harus di sekolah kan," katanya melanjutkan.
Dengan metode tersebut, Adipati Dolken berharap anaknya bisa mengetahui potensinya dan fokus pada satu tujuan sedini mungkin. Adipati pun akan memperbolehkan anaknya berganti bidang apabila merasa tidak menyukainya lagi.
![Adipati Dolken dan Canti Tachril. [Instagram]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/04/24/76654-adipati-dolken-dan-canti-tachril.jpg)
"Karena menurut gue, kalau lu masukin sekolah SD yang tiba-tiba pelajarannya ada IPA, IPS, PPKN, agama ini itu segala macam, dia enggak bakal fokus sama satu," kata Adipati Dolken.
Kendati begitu, Adipati Dolken menegaskan apabila metodenya itu masih berupa angan-angan. Namun metode tersebut juga berasal dari pengalamannya yang tak menemukan potensi diri di sekolah.
"Gue ngerasa enggak dapat apa-apa dari sekolah. Potensi gue enggak keluar dari sekolah gue," ujr Adipati Dolken.
Namun sekali lagi, Adipati Dolken menegaskan apabila rencananya itu bisa berubah. "Belum tentu ini terjadi juga. Siapa tahu kita berubah pikiran, 'Ya sudah masukin SD beneran aja'," tuturnya
Kontributor : Neressa Prahastiwi