Suara.com - Film "Ipar Adalah Maut" yang dirilis pada 2024 mencatatkan kesuksesan besar di bioskop Indonesia.
Namun pencapaian ini justru tidak mampu diikuti oleh film bertema serupa, yakni "Norma: Antara Mertua dan Menantu."
Padahal, keduanya sama-sama mengangkat kisah nyata perselingkuhan yang sempat viral di media sosial.
Fenomena ini memunculkan pertanyaan besar, mengapa "Ipar Adalah Maut" begitu diminati, sementara "Norma" justru terseok-seok di box office?

Disutradarai Hanung Bramantyo, "Ipar Adalah Maut" berhasil menyedot perhatian publik berkat kekuatan cerita yang diadaptasi dari kisah nyata viral di TikTok oleh konten kreator Elizasifaa.
Mengusung tema perselingkuhan dalam lingkup keluarga, film ini berkisah tentang rumah tangga Nisa dan Aris yang awalnya harmonis, tetapi hancur akibat kehadiran Rani, adik kandung Nisa.
Kedekatan yang berkembang antara Aris dan Rani menjadi awal mula kehancuran rumah tangga tersebut.
Kecurigaan Nisa yang kian menguat akhirnya membawanya pada kenyataan pahit bahwa suaminya berselingkuh dengan adik kandungnya sendiri.
Dibintangi oleh Michelle Ziudith, Deva Mahenra, dan Davina Karamoy, film yang dirilis pada 13 Juni 2024 ini menyajikan alur cerita yang menggugah emosi penonton.
Baca Juga: Deretan Pengisi Suara Film Jumbo, Dua Aktor Ternama Perankan Kambing
Terbukti, "Ipar Adalah Maut" berhasil mengumpulkan 4.776.565 penonton sebelum turun layar.
Jumlah ini menjadikannya salah satu film lokal terlaris 2024, bukti bahwa publik sangat antusias terhadap kisah-kisah nyata yang dikemas secara sinematik dan emosional.
Namun, keberhasilan gemilang "Ipar Adalah Maut" tidak menular kepada film bertema serupa, "Norma: Antara Mertua dan Menantu."
Padahal, kedua film ini sama-sama mengangkat kisah nyata viral tentang perselingkuhan yang terjadi di dalam keluarga.
Disutradarai oleh Guntur Soeharjanto, "Norma: Antara Mertua dan Menantu" menceritakan perjalanan hidup Norma Risma yang begitu pahit.
![Pemain, sutradara, dan produser film Norma: Antara Menantu dan Mertua dalam konferensi pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2025). [Suara.com/Tiara Rosana]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/02/26/34682-pemain-sutradara-dan-produser-film-norma-antara-menantu-dan-mertua.jpg)
Norma harus menerima kenyataan yang tak masuk akal, bahwa suaminya berselingkuh dengan ibu kandungnya sendiri.
Menampilkan Tissa Biani dan Wulan Guritno, film ini tayang pada momen libur Lebaran 2025, waktu yang biasanya strategis untuk meraih banyak penonton.
Meski sempat ramai dibicarakan karena tema yang tidak biasa, film ini hanya mampu mencatatkan angka 519.298 penonton.
Pencapaian film produksi Dee Company ini jauh di bawah film-film Lebaran lainnya yang berhasil menembus angka satu juta penonton.
Hal ini pun memicu berbagai spekulasi dan perdebatan di kalangan pengamat film dan netizen.
Beberapa faktor disebut menjadi penyebab mengapa "Norma: Antara Mertua dan Menantu" gagal mengikuti jejak "Ipar Adalah Maut."
Salah satu yang paling banyak disorot adalah pemilihan waktu tayang. Film ini dirilis saat momen Lebaran, momen silaturahmi keluarga terbesar di Indonesia.
Mengangkat tema perselingkuhan antara menantu dan mertua di tengah suasana kekeluargaan dianggap kurang tepat, bahkan tabu untuk disaksikan bersama keluarga besar.
Hubungan terlarang antara ipar masih lebih "masuk akal" bagi sebagian penonton dibandingkan hubungan antara menantu dan mertua yang memiliki perbedaan usia mencolok.
Banyak yang mengaku merasa jijik hanya membayangkan cerita tersebut, meskipun kenyataannya memang demikian.
Aspek lain yang tak kalah penting adalah promosi. Jika "Ipar Adalah Maut" mendapat dorongan promosi masif di berbagai platform, "Norma" dinilai kurang kuat dalam memasarkan diri.
Bahkan, sejumlah akun film disebut-sebut ikut memboikot film ini karena berbagai alasan, termasuk track record rumah produksinya yang dianggap problematik.
Tak hanya itu, ada pula pendapat bahwa penonton mulai jenuh dengan film-film yang diangkat dari cerita viral.
Daya tarik dari kisah nyata "Norma: Antara Mertua dan Menantu" dianggap sudah selesai dan tidak menyisakan misteri atau perdebatan.
Berbeda dari film-film lain yang masih mengundang rasa penasaran, seperti siapa Rani sebenarnya dalam "Ipar Adalah Maut" atau misteri di balik "KKN di Desa Penari."
Terakhir, ada pula komentar terkait batasan usia penonton. Film "Norma" hanya diberi rating 13+, jadi konfliknya harus lebih ringan dan tidak boleh terlalu vulgar.
Banyak yang yakin, jika film ini dibuat dengan rating 17+ atau bahkan 21+, mungkin akan ada daya tarik lebih bagi penonton dewasa. Setuju?
Kontributor : Chusnul Chotimah