Dalam catatan Stanley, Titiek Puspa bukan hanya sekadar pelengkap di grup tersebut, tetapi memiliki peran signifikan dalam menyampaikan esensi musik nasional ke hadapan dunia.

Selain keterlibatannya di Lensois, Titiek juga dikenal aktif di berbagai panggung musik elite saat itu.
Dia tampil reguler bersama Nick Mamahit Group di Hotel Des Indes dan sering berkolaborasi dengan Pantja Nada.
Suaranya yang khas membuatnya digemari di kalangan pecinta jazz dan pop Indonesia pada era tersebut.
Lensois: Misi Soekarno Menentang Budaya Musik Asing
Kiprah Lensois sendiri tidak bisa dilepaskan dari konteks sejarah musik Indonesia di bawah pemerintahan Soekarno.
Di tengah gempuran musik barat yang disebutnya "ngak-ngik-ngok," Soekarno berusaha membendung pengaruh budaya luar yang dianggap dapat mengikis nilai-nilai lokal.
Dia melarang pemutaran lagu-lagu rock, cha-cha, mambo, dan lainnya melalui radio nasional, termasuk RRI, serta menggagas hadirnya musik berakar budaya Nusantara.
Dari gagasan itulah lahir irama lenso, yang terinspirasi dari tari Lenso asal Maluku dan Minahasa, dan menjadi dasar terbentuknya Lensois.
Baca Juga: Meninggal Dunia, Berikut Lagu-lagu Titiek Puspa yang Melegenda Hingga Sekarang
Grup ini tak hanya sekadar proyek budaya, tetapi juga bentuk nyata dari diplomasi kebudayaan Indonesia pada masa itu.
Album Mari Bersuka Ria dengan Irama Lenso menjadi salah satu karya monumental dari kolaborasi para seniman hebat, termasuk Titiek Puspa.
Di dalamnya terdapat lagu-lagu seperti "Bersuka Ria," "Gelang Sipaku Gelang," hingga "Gendjer-gendjer."
Lagu-lagu tersebut kemudian masuk dalam daftar 150 lagu terbaik Indonesia versi Rolling Stone Indonesia.
Kini, dengan berpulangnya Titiek Puspa, satu lagi bagian penting dari sejarah musik Indonesia telah menutup babnya.
Pasalnya, semua anggota Lensois dalam potret yang dibagikan Stanley Tulung sudah meninggalkan dunia ini.