Suara.com - Kisruh penyaluran performing rights sempat membuat Melly Goeslaw mendapat sorotan tajam, gara-gara mengunggah bukti pendapatan yang lebih besar dari pencipta lagu lain.
Mereka yang merasa punya karya populer seperti Denny Chasmala, Rieka Roslan hingga Doadibadai Hollo atau Badai sampai terpancing untuk adu nasib karena pendapatan performing rights mereka yang jauh dari harapan.
Ternyata, Melly Goeslaw pernah mengalami juga momen di mana popularitas karya ciptanya tidak sebanding dengan besaran performing rights yang didapat.
"Teh Melly pernah ceritain. Jadi, ada satu lagu Teh Melly yang memang lagi booming. Di Spotify tinggi banget, orang yang dengerin tinggi banget. Tapi, performing rights di panggungnya kecil," ungkap vokalis NOAH, Nazril Irham atau Ariel saat hadir sebagai narasumber di podcast TS Media, Selasa, 20 Mei 2025.
Dalam kasus ini, Ariel menilai ada yang harus ditelaah lagi terkait penyebab rendahnya performing rights dari sebuah karya populer.
![Melly Goeslaw. [Instagram]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/04/23/65850-melly-goeslaw.jpg)
Untuk kasus Melly Goeslaw, ternyata memang tidak banyak orang yang ingin menyanyikan lagu tersebut di atas panggung.
"Itu kenapa? Untuk lagu itu, orang lebih seneng dengerin daripada ada orang yang bawain di panggung," jelas Ariel.
Dengan demikian, minimnya pendapatan pencipta lagu dari performing rights tidak selalu dipicu oleh buruknya penyaluran royalti dari LMK atau LMKN.
Bisa saja, mereka yang merasa punya karya populer memang lebih banyak diputar versi digitalnya ketimbang dibawakan secara langsung di panggung.
Baca Juga: Tegaskan Pentingnya Aksi Nyata untuk Palestina, Deklarasi Jakarta Siap Dibacakan
"Jadi, ada keadaan-keadaan yang perlu dimengerti juga. Jangan buru-buru terlalu curiga," himbau Ariel.
Namun di sisi lain, Ariel juga tidak menampik bahwa isu transparansi LMKN dalam tugasnya menyalurkan royalti ke pencipta lagu memang bersumber dari sistem mereka yang belum memadai.
Sampai sekarang, Ariel bahkan tidak tahu mana karya ciptaannya yang mestinya menghasilkan pendapatan besar dari segi performing rights.
"Gue sebagai pencipta lagu, kadang-kadang gue juga pengin tahu, lagu gue yang ini gimana. Itu untuk sampai tahu ke detail-nya aja belum bisa. Mungkin ya, itu yang jadi pemicu juga. Sampai akhirnya ada pencipta lagu yang, 'Kok gue nggak dapet ya?," papar Ariel.
Masalah itu juga yang oleh Ariel dan mereka yang tergabung dalam Vibrasi Suara Indonesia (VISI) harapkan bisa segera dibenahi oleh LMK atau LMKN.
Kurang lebih sama seperti yang diterapkan Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI), VISI juga menghendaki digitalisasi sistem penyaluran royalti yang bisa diakses seluruh pencipta lagu agar lebih transparan.
"Sistem digital itu penting banget sih kata gue," ucap Ariel.
Sebagaimana diketahui, kisruh penyaluran performing rights dari penyanyi ke pencipta lagu memang masih jadi isu besar yang mendapat sorotan tajam.
Semakin banyak pencipta lagu dari Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) yang ikut mengeluhkan masalah minimnya performing rights yang didapat dari karya-karya ciptaan mereka.
Sebut saja Denny Chasmala hingga Rieka Roslan, yang dari karya-karya populernya cuma bisa menghasilkan uang puluhan juta Rupiah dalam satu tahun.
Lagi-lagi, sistem pembayaran langsung atau direct license dianggap solusi terbaik oleh para anggota AKSI untuk memenuhi rasa keadilan mereka.
Model pendistribusian performing rights lewat LMK yang selama ini diterapkan mereka yakini tidak efektif sama sekali.
Namun bagi yang tidak tergabung dalam AKSI, mereka percaya masih ada harapan untuk pembenahan sistem kerja dari LMK agar bisa menjalankan fungsinya dengan baik.
VISI jadi salah satu kelompok para pelaku industri musik Tanah Air yang percaya bahwa LMK atau LMKN masih bisa berbenah untuk menghadirkan sistem penyaluran royalti yang lebih transparan.
Mereka yang tergabung dalam VISI juga meyakini bahwa pembenahan ketentuan tentang izin penggunaan karya cipta dalam UU Hak Cipta masih bisa jadi solusi untuk menuntaskan sengkarut penyaluran royalti.
Terlepas caranya yang berbeda, perjuangan masing-masing kubu tetap membawa misi untuk memperjuangkan hak musisi yang belum terpenuhi.