Suara.com - Tragedi tewasnya seorang pendaki asal Brasil, Juliana Marins di Gunung Rinjani belum lama ini, menyisakan duka mendalam dan memicu gelombang kritik dari masyarakat terhadap kinerja tim penyelamat atau SAR.
Di tengah riuhnya pro dan kontra, musisi dan penulis kenamaan Fiersa Besari ikut angkat bicara untuk berbagi perspektif tentang masalah yang kini viral itu.
Fiersa Besari, yang dikenal sebagai sosok yang dekat dengan alam dan dunia pendakian, ternyata memilih jalur yang berbeda dalam penyampaian pendapatnya.
Lewat sebuah tulisan di X, Kamis, 26 Juni 2025, Fiersa mengabarkan bahwa kematian Juliana Marins di Gunung Rinjani ternyata terjadi bersamaan dengan insiden yang menimpa pendaki lain, seperti Jovita Diva di Gunung Muria dan Indra di Gunung Salak.
"Turut berduka cita atas berpulangnya Juliana Marins (Gunung Rinjani), Jovita Diva (Gunung Muria), dan Bapak Indra (Gunung Salak), dalam kurun waktu yang berdekatan," tulis Fiersa, menunjukkan empatinya terhadap para korban.
Lebih lanjut, Fiersa Besari juga memberikan penghormatan tulus kepada mereka yang telah berjuang di garis depan dalam proses evakuasi para korban.
"Salam hormat untuk Basarnas, dan para relawan yang sudah mengerahkan segala tenaga, waktu, upaya. Jasamu abadi," kata Fiersa.
![Isi Lengkap Tulisan Pilu Ayah Juliana Marins Sambut Jenazah Anaknya di Brasil. [X]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/06/26/88542-isi-lengkap-tulisan-pilu-ayah-juliana-marins.jpg)
Sebelumnya, cerita kematian Juliana Marins di Gunung Rinjani menciptakan keprihatinan yang meluas di media sosial.
Pemicunya, warga negara Brasil ramai-ramai menyalahkan pemerintah Indonesia atas lambatnya proses evakuasi Juliana Marins yang berujung kematian.
Baca Juga: Isi Lengkap Tulisan Pilu Ayah Juliana Marins Sambut Jenazah Anaknya di Brasil
Keluhan tentang kinerja tim penyelamat di Gunung Rinjani pun meluas ke para pengguna media sosial dari Indonesia sendiri.
Melalui berbagai platform, banyak orang Indonesia yang ikut menyuarakan kekecewaan mereka terhadap dugaan respons lambat atau kurang optimal dari tim SAR.
Berbagai spekulasi dan analisis sempat bermunculan, mulai dari kurangnya peralatan, keterbatasan personel, hingga koordinasi yang dianggap belum maksimal.
Namun, di balik kritik tersebut, perlu dipahami kompleksitas operasi pencarian dan penyelamatan di medan ekstrem seperti pegunungan.
Faktor cuaca buruk, medan yang terjal dan sulit dijangkau, serta minimnya informasi awal tentang korban seringkali menjadi tantangan besar yang harus dihadapi tim SAR.
Penjelasan dari mereka yang sudah terbiasa dengan medan terjal pegunungan pun mulai muncul untuk melawan narasi miring yang ditujukan kepada tim penyelamat di area sekitar Gunung Rinjani.

Termasuk pernyataan salah satu tim ranger Gunung Rinjani, yang mengaku sudah berusaha maksimal untuk mengevakuasi Juliana Marins dan akhirnya sama-sama viral di media sosial.
"Kalian jangan berpikir yang nggak-nggak. Yang di lapangan prosesnya lama lah, ini lah, itu lah," keluh lelaki bernama Renggo itu.
Renggo, dalam pernyataan lanjutannya, menyebut dirinya dan tim sampai mempertaruhkan nyawa dalam proses evakuasi tersebut.
"Kami di lapangan bertaruh nyawa setengah mati. Tolong teman-teman ini jangan berpikir negatif untuk kami," lanjut Renggo, yang secara spesifik menyampaikan keluhan itu ke warga Brasil.
Terlepas dari berbagai pro kontra yang mengiringi proses evakuasinya, jenazah Juliana Marins sudah dibawa ke RS Bhayangkara Mataram untuk menjalani otopsi.
Jenazah Juliana Marins juga akan segera dipulangkan ke kampung halamannya di Brasil, lewat proses serah terima di kedutaan.
Di media sosial, sempat beredar kabar soal eks pesepak bola internasional asal Brasil, Alexandre Pato yang mengaku siap menanggung biaya pemulangan jenazah Juliana Marins dari Indonesia.
Juliana Marins sendiri mendaki Gunung Rinjani bersama lima wisatawan asing lainnya pada 21 Juni 2025 lalu.
Namun dalam perjalanan menuju puncak Rinjani, Juliana Marins terpisah dari rombongan dan dilaporkan terjatuh ke jurang di kawasan Danau Segara Anak.
Pemicu kritik terhadap kinerja tim penyelamat bermula saat muncul narasi bahwa rekaman video drone sempat menampilkan kondisi Juliana Marins yang masih hidup, usai terperosok ke jurang.
Juliana Marins juga disebut sempat berteriak minta tolong dan didengar langsung oleh tim penyelamat, beberapa saat setelah kejadian.
Sayang, upaya penyelamatan Juliana Marins tidak berhasil dilakukan karena terkendala medan ekstrim.
Juliana Marins jatuh ke jurang sedalam 600 meter yang area sekelilingnya diselimuti kabut tebal.
Respons Fiersa Besari sendiri seperti menjadi pengingat penting bagi kita semua, bahwa tim penyelamat, baik dari Basarnas maupun relawan, adalah garda terdepan dalam setiap bencana atau kecelakaan.