"Apakah kita telah sampai pada titik di mana penghakiman digital lebih dipercaya daripada penjelasan lisan dari seorang anak daerah yang sedang berjuang?" sentil Roberthino.
Melalui surat terbuka untuk Presiden Prabowo, Roberthino menyampaikan luka masyarakat Papua yang ingin menjadi bagian dari Indonesia tetapi selama ini selalu disambut dengan kecurigaan.
"Merince mewakili harapan. Ia berdiri di atas panggung bukan untuk menyuarakan politik, tapi untuk menunjukkan bahwa anak perempuan Papua bisa tampil setara," jelas Roberthino.
"Tapi ia dihukum hanya karena satu simbol, yang konteksnya pun belum pernah ia jelaskan secara langsung kepada publik," tambahnya sebagai pembuat petisi.
Roberthino yang mengaku mewakili rakyat Papua lantas memohon tiga hal kepada Presiden Prabowo Subianto.
Di antaranya kehadiran negara yang mau mendengar, menghentikan penghakiman sepihak dan stigma terhadap Papua, serta evaluasi ajang nasional yang mengabaikan nilai kemanusiaan.
Roberthino juga menegaskan petisinya yang dibuat untuk Merince Kogoya bukan membela Israel, melainkan rakyat Papua.
"Kami tidak sedang membela simbol mana. Kami sedang membela seorang anak Papua yang mimpi dan masa depannya dilukai tanpa diberi kesempatan bicara," tegas Roberthino.
"Kami tidak minta dikasihani. Kami hanya minta didengar. Dihargai. Diperlakukan adil," imbuhnya.
Baca Juga: Didepak dari Miss Indonesia, Merince Kogoya Merasa Seolah Ditindas dan Tak Dianggap
Terakhir, Roberthino berharap Presiden Prabowo punya keberanian dengan berbicara mengenai isu ini, dan memberikan keadilan untuk harapan banyak anak Papua.
"Bapak Presiden. Sebagai pemimpin tertinggi negeri ini, kami titipkan satu suara: Jangan biarkan simbol menjadi alasan untuk menghancurkan harapan," pungkas Roberthino Hanebora.
Petisi yang dibuat pada Senin, 30 Juni 2025 tersebut sayangnya baru ditandatangani 40 orang setelah dibagikan selama 9 jam.
Faktanya lebih banyak kritik disuarakan warganet, bahkan menyasar akun Instagram Universitas Cenderawasih yang merupakan kampus Merince Kogoya saat ini.
"Kampus negeri kok gini, bangga punya mahasiswa pembela genosida," komentar akun @aari***.
"Kasian banget kampus ini jadi tercoreng karena ulah mahasiswanya sendiri, klarifikasi dong Uncen masa pendukung zionist boleh kuliah di Uncen, parah," sahut akun @ni.mhm***.