Sebagai pembuka DCU, Superman memang terasa padat. Gunn memperkenalkan sejumlah pahlawan baru sekaligus, termasuk Guy Gardner/Green Lantern (Nathan Fillion) yang egois, Hawkgirl (Isabela Merced) yang tangguh, dan Mr. Terrific (Edi Gathegi) yang jenius dan berhasil mencuri perhatian di setiap adegannya.
Kehadiran banyak karakter ini, di satu sisi, membangun dunia yang lebih luas dengan cepat, namun beberapa pihak merasa film menjadi "terlalu ramai" dan terkadang mengalihkan fokus dari cerita inti.
Di sisi antagonis, Nicholas Hoult memerankan Lex Luthor sebagai seorang jenius teknologi yang digambarkan seperti "man-baby" dengan obsesi patologis untuk menyingkirkan lawannya dari Krypton.
![Nicholas Hoult memerankan Lex Luthor di film Superman garapan James Gunn. [Warner Bross]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/10/65968-nicholas-hoult-superman-2025-superman-james-gunn.jpg)
Secara visual, Gunn membawa ciri khasnya yang penuh warna dan energi. Film ini terasa seperti "lembaran komik yang menjadi hidup", dengan berani merangkul logika absurd dunia superhero di mana segala sesuatu mungkin terjadi.
Estetika ini adalah antitesis dari nuansa kelam dan realistis yang mendominasi film superhero dalam dekade terakhir.
Superman adalah sebuah film yang optimis dan menyegarkan, berhasil membuktikan bahwa di tengah sinisme, dunia masih membutuhkan simbol harapan yang tulus.
Ini adalah awal yang spektakuler, tidak hanya untuk David Corenswet sebagai Man of Steel, tetapi juga untuk masa depan DC Universe yang kini tampak sangat menjanjikan.