
Ini bukan telepati, melainkan hasil dari ribuan jam interaksi yang membuat otak kita menjadi ahli dalam membaca individu tersebut.
Koneksi Raffi dan Mpok Alpa, yang terbangun melalui interaksi intens setiap hari di lokasi syuting, memungkinkan otaknya untuk menjadi sangat "terkalibrasi" dengan kondisi normal Mpok Alpa.
Ketika ada sedikit saja perubahan, alarm internalnya berbunyi.
Peran 'Confirmation Bias' Mengapa Firasat Terasa Begitu Akurat?
Tentu saja, kita juga harus melihatnya dari sisi yang lebih skeptis. Para ahli psikologi mengingatkan adanya confirmation bias atau bias konfirmasi.
Artinya, kita cenderung mengingat dan memberi makna lebih pada firasat yang ternyata benar terjadi, dan melupakan ratusan firasat atau perasaan tidak enak lainnya yang ternyata tidak terbukti.
Setiap hari kita mungkin merasakan kegelisahan kecil, namun kita akan langsung melupakannya jika tidak ada kejadian besar yang mengikutinya.
Namun, ketika firasat itu seperti yang dialami Raffi secara tragis terkonfirmasi, otak kita akan menganggapnya sebagai bukti kuat adanya kemampuan supernatural.
Pada akhirnya, apa yang dialami Raffi Ahmad adalah sebuah persimpangan antara analisis data bawah sadar yang canggih dan ikatan emosional yang mendalam.
Baca Juga: Ironi di Rumah Duka: Saat Artis Bersatu untuk Mpok Alpa, Gosip Receh Justru Menodai Kepergiannya
Firasatnya bukanlah pesan dari dunia lain, melainkan bukti paling kuat dari dalamnya sebuah persahabatan. Itu adalah sinyal dari otaknya yang berkata, Sesuatu yang berharga sedang berubah. Dan secara tragis, kali ini sinyal itu benar.