Suara.com - Tompi menjadi salah satu artis yang aktif menyuarakan pendapatnya terkait demo mengkritisi anggota DPR terpilih.
Melalui Instagram Story, Tompi mendesak para anggota DPR yang bermasalah untuk segera mundur.
"Saatnya DPR yang bermasalah mundur! Batalkan semua kenaikan anggaran DPR dan pangkas yang sudah-sudah untuk penghematan negara. Segera!" tulisnya.
Keinginan Tompi dan masyarakat Indonesia didengar Presiden Prabowo yang akhirnya bersepakat dengan partai politik untuk menghapus tunjangan DPR.
Sejumlah anggota DPR RI yang bermasalah pun telah dinonaktifkan partai, sebut saja Uya Kuya dan Eko Patrio.
Pada Minggu, 31 Agustus 2025, Tompi lantas menceritakan pengalamannya beberapa kali direkrut untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
"Mungkin ini saat yang tepat untuk bercerita," tulis Tompi sambil membagikan potret diri.
Tompi mengaku dua periode ke belakang, artinya sejak tahun 2014 atau 2019, penawaran untuk maju sebagai calon legislatif alias caleg diberikan kepadanya.
Baca Juga: LMKN Punya Komisioner Baru, Anji Tetap Pesimis: Orangnya Itu-Itu Aja
"Ada hasrat mau, karena ada keinginan untuk memperbaiki dan membantu," terangnya.
Proses untuk menjadi caleg rupanya telah dilakoni Tompi dengan cara berdialog bersama dua petinggi dari beberapa partai.
Tompi merasa perlu menjajaki dan memikirkannya terlebih dahulu sebelum memutuskan 'berlayar' dengan partai yang mana.
"Semua tawaran terdengar sungguh-sungguh. Hampir saya ketok palu maju," ungkapnya.
Keputusan Tompi berubah di last minute alias detik-detik terakhir. Enam alasan akhirnya menolak pun diungkapnya.
Alasan pertama adalah soal keuangan. Tompi merasa belum selesai dengan diri sendiri secara finansial.
"Takut sekali ini menjadi celah godaaan untuk gak konsisten jujur dan amanah," beber Tompi.
Alasan yang kedua ialah waktu. Tompi ragu bisa membagi waktu untuk profesinya sebagai dokter dan politisi.
Sistem pendanaan kampanye dan gajinya pun belum bisa dicerna akal sehat Tompi meski baru melihatnya dari luar.
"Gak kebayang masuk diajak mikir tapi harus nurut sama apapun kata partai," lanjut Tompi sebagai alasan keempat.
Tompi mengakui apabila dirinya sulit berkompromi dengan hal yang menurutnya keliru.
Bahkan di perkumpulan dokter, Tompi dianggap susah diatur untuk urusan medis.
Apabila sesuatu menurutnya salah, Tompi akan mengubah tanpa kompromi, tidak mungkin mempertahankannya.
"Alasan sepele lain: gak mau jadi anggota/bawahan suatu kelompok yang diketuai oleh seseorang yang duduk di situ karena faktor 'orang lama atau keturunan' yang tidak di-support oleh background knowledge yang bergizi," tegas Tompi.
Sebagaimana diketahui, sejumlah ketua partai politik di Indonesia saat ini merupakan keluarga dari pemimpin sebelumnya.
Oleh sebab itu, proses menjadi ketua partai terlihat seperti bukan dari segi kemampuan, melainkan warisan.
Alasan terakhir Tompi mundur dari keinginannya menjadi caleg adalah: "Gak dapat restu ibu dan istri."
Melalui ceritanya tersebut, Tompi berharap sistem perekrutan untuk menjadi caleg kini sudah jauh lebih baik.
"Dilematis memang. Berharap perubahan gak bisa hanya jadi penonton. Tapi kalo masuk, keseret arus," keluhnya.
Terakhir, Tompi percaya banyak orang hebat di Indonesia, tetapi orang jujur harus diperbanyak lagi.
"Semoga cerita kecil ini menjadi renungan untuk kita semua yang ingin perbaikan lebih baik. Gak ada tempat untuk menyerah kan. Bismillah, semangat yuk," tutupnya.
Cerita Tompi selaras dengan Aurelie Moeremans yang mendapatkan penawaran masuk politik atau partai sejak 2016.
Aurelie mengungkap penawaran dengan gaji ratusan juta rupiah untuk menjadi politisi didapatnya tanpa paksaan harus tertarik.
Aurelie yang seorang aktris dianggap mumpuni lantaran sudah terbiasa menghapal script sehingga hanya perlu mengikuti arahan partai.
Lebih dari sekali Aurelie mendapatkan penawaran untuk masuk partai politik.
Yang terakhir merayu Aurelie apabila kemampuannya berbicara dengan lima bahasa sangat berguna sebagai politisi.
Namun Aurelie tetap tidak percaya diri terkait pendidikannya yang hanya lulusan SMA.
Tak kehabisan akal, pihak partai menawarkan Aurelie langsung S2, sementara ijazah S1 akan menjadi urusan mereka.
Cerita Tompi maupun Aurelie Moeremans tersebut membuat warganet menilai perlunya perubahan sistem partai politik di Indonesia. Bagaimana pendapatmu?
Kontributor : Neressa Prahastiwi