Film Pelangi di Mars Usung Konsep Hybrid, Anak Indonesia Pimpin Robot Asing Selamatkan Bumi

Selasa, 25 November 2025 | 21:00 WIB
Film Pelangi di Mars Usung Konsep Hybrid, Anak Indonesia Pimpin Robot Asing Selamatkan Bumi
Potongan teaser Pelangi di Mars [Youtube/MAHAKARYACHANNEL]
Baca 10 detik
  • Pelangi di Mars menggunakan konsep hybrid (live-action dan animasi 3D) dengan teknologi XR (Unreal Engine) dan dijadwalkan tayang 2026
  • Sutradara Upie Guava ingin anak Indonesia, yang diwakili karakter Pelangi, memimpin petualangan menyelamatkan bumi dengan memimpin robot-robot asing
  • Produksi Film Negara (PFN) mendukung proyek ambisius ini dan berencana mengembangkan IP Unyil setelah perilisan Pelangi di Mars

Suara.com - Industri perfilman Tanah Air kembali mencatat sejarah baru.

Mahakarya Pictures bersama MBK Production dan Perum Produksi Film Negara (PFN) resmi merilis teaser trailer film Pelangi di Mars di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, pada Senin, 24 November 2025.

Film ini digadang-gadang sebagai terobosan besar karena mengusung konsep hybrid yang menggabungkan live-action dengan animasi 3D secara penuh menggunakan teknologi XR (Extended Reality).

Disutradarai oleh Upie Guava, film ini diproyeksikan tayang di bioskop pada tahun 2026.

Minimnya Film Petualangan Anak Jadi Pemicu

Upie Guava, sang sutradara yang dikenal dengan visual ciamiknya, mengungkapkan bahwa ide film ini lahir dari kegelisahannya sebagai seorang ayah.

Dia merasa anak-anak Indonesia kekurangan pilihan tontonan yang membangkitkan semangat petualangan dan imajinasi liar, berbeda dengan masa kecilnya yang ditemani film-film legendaris.

"Saya tumbuh dengan Star Wars, tumbuh dengan Back to the Future, tumbuh dengan komik Tintin. Jadi pas kecil tuh berasa menjadi orang dewasa itu tentang petualangan, menjelajah. Nah, saya pribadi merasa tidak terlalu banyak pilihan untuk anak-anak sekarang, apalagi Indonesia," kata Upie Guava kepada awak media.

Berangkat dari gagasan "bangsa yang besar adalah mimpi anak-anaknya", Upie ingin menanamkan kepercayaan diri pada anak Indonesia bahwa mereka bisa menaklukkan dunia.

Baca Juga: Belajar dari Strategi 7 Tahun Jumbo, Ambisi Animasi Lokal Menuju Panggung Global

Dalam film ini, karakter utamanya bahkan memimpin robot-robot dari bangsa lain untuk menyelamatkan bumi.

"Sesederhana ada anak kecil yang mimpin petualangan, memberikan solusi untuk masalah di bumi, tapi yang dia pimpin tuh robot-robot dari bangsa lain," tambahnya.

Teknologi Canggih dan Proses "Paling Repot"

Dendi Reynando selaku produser dari Mahakarya Pictures tidak menampik bahwa Pelangi di Mars adalah proyek paling ambisius dan rumit yang pernah dia kerjakan.

Dimulai sejak tahun 2020, film ini memanfaatkan teknologi Virtual Production menggunakan Unreal Engine, teknologi yang biasa dipakai dalam pembuatan game modern seperti Fortnite.

"Kalau kata orang-orang, gue nyari cara paling repot buat bikin film. Tapi jujur saya enggak nyesal," kata Dendi.

Dendi menjelaskan bahwa film ini adalah kombinasi live action dan animasi. Tidak bisa dibilang 100 persen animasi, tapi juga bukan murni live action.

"Makanya metodenya Hybrid. Metode animasi kami pun berbeda dengan traditional animation pipeline, kami menggunakan game engine dan Motion Capture," jelasnya.

Terkait biaya produksi, Dendi enggan menyebutkan angka pasti. Namun, dia mengakui bahwa ini adalah film dengan bujet terbesar yang pernah dia produksi, bahkan diprediksi melampaui standar biaya film animasi besar di Indonesia yang biasanya berkisar Rp30-40 miliar.

"Kalau dari hasil, di atas (standar normal) kayaknya ya," ujar Dendi sambil tersenyum.

Dukungan PFN dan Sinergi dengan Ifan Seventeen

Menariknya, proyek ini mendapat dukungan penuh dari Perum Produksi Film Negara (PFN). Rivan Fajarsyah, atau yang akrab disapa Ifan Seventeen, yang kini menjabat sebagai Direktur Utama PFN, menegaskan bahwa keterlibatan negara dalam film ini bukan tanpa alasan.

Menurutnya, Pelangi di Mars melambangkan masa depan industri film Indonesia.

"Industri perfilman Indonesia di 2024 sedang sunrise. Tapi Pelangi di Mars ini beda. Ini melambangkan masa depan industri film Indonesia. Film ini merealisasikan ide seliar apapun dari sutradara," kata Ifan.

Vokalis band Seventeen ini juga menjelaskan bahwa PFN hadir untuk memfasilitasi, bukan bersaing dengan rumah produksi swasta.

Dia juga membocorkan rencana besar PFN selanjutnya setelah proyek ini.

"Yang pertama kali kita coba naikkan adalah sebuah IP baru yang berjudul Pelangi di Mars. Next insya Allah kemarin juga kita udah ngobrol sama Upie juga, sama Mas Dendi juga, insya Allah next kita mau develop Unyil. After this movie pasti," ungkap Ifan.

Messi Gusti Tumbuh Bersama Pelangi

Pemeran utama, Messi Gusti, yang memerankan karakter Pelangi, menceritakan pengalaman uniknya tumbuh bersama produksi film ini. Proses syuting yang panjang membuatnya "menua" di lokasi syuting.

"Awalnya shoot pas aku kelas 5 SD. Terus mulai syuting Motion Capture pas aku kelas 7 (1 SMP). Terus lanjut lagi syuting XR pas aku kelas 9. Sekarang aku kelas 10," cerita Messi.

Berakting dengan teknologi XR memberikan tantangan tersendiri bagi remaja ini. Dia harus berinteraksi dengan karakter robot yang secara fisik tidak ada di depannya.

"Karena cuma layar belakang doang layar gede, terus depan aku layar hitam. Jadi kalau misal ada dialog sama robot ini, aku cuma melihat tapi depannya kosong, cuma dipandu dialog," jelasnya.

Membangun IP Abadi

Alim Sudio selaku penulis skenario mengaku sempat menganggap Upie Guava "gila" saat pertama kali mendengar ide proyek ini. Namun, dia sepakat bahwa Indonesia sudah saatnya menjadi pionir dalam genre sci-fi keluarga.

"Ide yang saya beli adalah, Di Mars itu ada robot-robot dari bangsa lain, tapi pemimpinnya Pelangi dan (robot bernama) Batik. Jadi kalau film ini mendunia, well, Indonesia memimpin untuk menemukan air murni di Mars," terang Alim.

Pihak produksi berharap Pelangi di Mars bisa menjadi Evergreen IP (Kekayaan Intelektual yang abadi) layaknya Doraemon atau Marvel Universe, yang bisa dinikmati lintas generasi.

Bahkan, berbagai merchandise seperti action figure robot "Yoman" sudah siap dirilis pada Desember mendatang.

Film ini turut dibintangi oleh nama-nama besar seperti Lutesha, Rio Dewanto, Livy Renata, dan talenta muda Myesha Lin Adeeva.

Dengan perpaduan teknologi canggih, cerita yang menyentuh, dan visi kebangsaan yang kuat, Pelangi di Mars siap menjadi tonggak baru perfilman nasional pada 2026.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI