"Revisi PP 109 masih berproses, Kemenkes tidak berhenti, namun ada peran sektor lain," ungkap Direktur P2PTM Kementerian Kesehatan dr. Cut Putri Arianie, M.H.Kes.
Ke depan, Kemenkes berharap bisa menyerahkan larangan penjualan rokok batangan atau rokok eceran di warung kelontong kepada pihak Pemerintah Daerah setempat.

"Tentang larangan penjualan di warung perlu ada kebijakan Pemda. Di era Otda, kepala daerah sangat memiliki kewenangan untuk itu," pungkas Cut Putri.
Sementara itu Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari mengapresiasi dan mendukung komitmen Kemenkes termasuk Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin untuk melanjutkan dan merevisi PP 109/2012 yang seharusnya dilakukan pada 2018 sesuai Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2018.
Langkah ini, kata Lisda, perlu dilakukan untuk melindungi anak Indonesia dan generasi penerus agar menjadi Sumber Daya Manusia (SDM) unggul, sehat dan terbebas dari berbagai macam penyakit.
"Sebab anak-anak dan remaja saat ini adalah calon pemimpin bangsa di masa depan. Mereka pula yang akan menikmati bonus demografi di saat Indonesia diprediksi mengalami bonus demografi. Jika tidak ada upaya serius, maka menurut proyeksi Bappenas 2018, pada 2030 jumlah perokok anak akan mencapai 15,8 juta atau 15,91 persen," pungkas Lisda.
Pada 7 April 2021 lalu, Presiden Joko Widodo, baru saja meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 25 Tahun 2021 Tentang Kebijakan Kota Layak Anak.
Diharapkan Perpres ini juga bisa jadi dorongan target RPJMN 2020-2025 yang terbaru, yakni menurunkan prevalensi perokok anak dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen di 2025. Mampukah Indonesia?
Baca Juga: Kebijakan Harga Rokok 85% dari Harga Banderol Gagal Diterapkan