Apa Itu Co-parenting: Pengasuhan Anak yang Disebut Acha Septriasa di Tengah Isu Cerai

M Nurhadi Suara.Com
Kamis, 07 Agustus 2025 | 11:07 WIB
Apa Itu Co-parenting: Pengasuhan Anak yang Disebut Acha Septriasa di Tengah Isu Cerai
Acha Septriasa bersama suami, Vicky Kharisma dan putrinya, Brie. (Instagram)

Suara.com - Isu perceraian yang menerpa rumah tangga aktris Acha Septriasa dan Vicky Kharisma menjadi perbincangan hangat di media sosial. Hal ini dipicu oleh unggahan Acha di Instagram yang menyertakan tagar #coparenting. Istilah ini merujuk pada pola pengasuhan anak yang dilakukan secara kolaboratif oleh orang tua yang sudah tidak lagi menjalin hubungan romantis. Unggahan ini membuat publik bertanya-tanya, apakah co-parenting memang menjadi jalan yang dipilih oleh Acha dan Vicky.

Co-parenting sendiri lebih dari sekadar ‘orang tua bersama’. Ini adalah praktik di mana kedua orang tua membentuk tim dengan satu tujuan: menyediakan lingkungan terbaik untuk anak. Prinsip utama dalam co-parenting adalah fokus pada anak, kerja sama yang baik, konsistensi, dan saling menghormati.

Mengapa Co-Parenting Penting bagi Anak dan Orang Tua?

Meskipun membutuhkan komitmen dan kerja keras, co-parenting memiliki banyak manfaat, terutama bagi anak. Pola pengasuhan ini membantu menjaga stabilitas emosional anak, karena mereka tetap merasa dicintai dan didukung oleh kedua orang tua. Anak-anak yang diasuh dengan cara ini cenderung lebih mudah beradaptasi dengan situasi perpisahan orang tua, memiliki masalah perilaku yang lebih sedikit, dan prestasi akademik yang lebih baik.

Selain itu, co-parenting memberikan manfaat bagi orang tua. Tanggung jawab mengasuh anak bisa dibagi, sehingga mengurangi beban emosional dan fisik. Orang tua juga bisa merasa puas karena mampu memberikan yang terbaik bagi anak, meskipun di tengah situasi yang sulit.

Untuk menjalankan co-parenting yang sukses, beberapa prinsip kunci perlu dipegang teguh:

  1. Fokus pada anak: Setiap diskusi dan keputusan harus berpusat pada kepentingan terbaik anak.]
  2. Komunikasi efektif: Penting untuk memilih metode komunikasi yang paling minim konflik dan berbicara dengan jelas, singkat, serta saling menghormati.
  3. Konsistensi aturan: Aturan dasar, seperti jam tidur dan batasan gawai, sebaiknya konsisten di kedua rumah.
  4. Jangan menjelek-jelekkan mantan pasangan: Hindari berbicara negatif tentang mantan di depan anak, karena hal ini dapat merusak psikologi mereka.

Tentu saja, co-parenting juga memiliki tantangannya sendiri, seperti emosi pasca perpisahan yang belum selesai, perbedaan gaya pengasuhan, atau munculnya pasangan baru. Namun, dengan komunikasi yang baik, kompromi, dan fokus pada kebaikan anak, tantangan-tantangan ini bisa diatasi.

Tips praktis untuk co-parenting yang sukses mencakup penggunaan alat bantu seperti aplikasi khusus co-parenting, memisahkan peran romantis dan peran orang tua, serta mencari dukungan dari mediator atau konselor jika diperlukan. Pada akhirnya, co-parenting adalah sebuah perjalanan yang bertujuan untuk menciptakan harmoni baru dalam dinamika keluarga pasca perpisahan, demi kebahagiaan dan kesehatan mental anak.

Baca Juga: Dahlia Poland Buka Suara usai Gugat Cerai Fandy Christian, Minta Jangan Dibesar-besarkan

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI