Suara.com - Akhirnya disadari, Indonesia terlalu lama mengesampingkan sektor pariwisata sebagai pilihan, yang ternyata bisa mendongkrak kemakmuran sebuah negara. Anggaran sektor ini selalu minim, kalau tidak mau disebut “asal ada” saja. Negeri yang dalam susastra Jawa sering dijuluki “gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo” teryata tidak mengurus sektor pariwisatanya.
“Di era Presiden Joko Widodo, pariwisata ditempatkan sebagai sektor unggulan, selain infrastruktur, maritim, pangan, dan energi,” sebut Menteri Pariwisata (Menpar), Arief Yahya, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Apakah komitmen negara serius, menempatkan pariwisata sebagai sektor prioritas?
“Kalau dibandingkan dengan (pemerintahan) yang dulu, budget sudah naik, sehingga bisa berpromosi menggunakan saluran global,” tambah menpar.
Apakah perhatian CEO-negara ini sudah cukup kuat di pariwisata?
“Sangat comitted! Presiden Joko Widodo bahkan sudah menginjakkan kaki ke destinasi top di Tanah Air. Sebut saja, Raja Ampat-Papua, Labuan Bajo-Nusa Tenggara Timur, Lombok-Nusa Tenggara Barat, Candi Borobudur-Jateng, Danau Toba-Sumatera Utara, Tanjung Kelayang-Belitung, Tanjung Lesung-Banten, Mandeh-Sumatera Barat, Mentawai-Sumatera Barat, Nias-Sumut, dan lainnya. Itu menunjukkan perhatian yang sangat sangat serius,” jelas Arief.
Sejak awal, Arief sudah menjelaskan bahwa strategi membangun pariwisata Indonesia tidak bisa langsung masuk ke penjualan. Pondasi branding-nya harus diperkokoh, baru kemudian masuk promosi, dan diikuti selling. Tahapan yang sudah dilakukan terkait country branding adalah branding, advertising, dan selling (BAS).
“Di atas itu, semua program PR-ing (kehumasan) berjalan dulu untuk memuluskan BAS bekerja di level strategi promosi,” tambahnya.
Alhasil, selama setahun, country branding Wonderful Indonesia yang semula tidak masuk ranking dunia, ternyata mampu melesat melesat lebih dari 100 peringkat menjadi ranking 47, mengalahkan Truly Asia Malaysia (ranking 96) dan Amazing Thailand (ranking 83), pada 2015.
Wonderful Indonesia mencerminkan positioning (posisi) dan differentiating (keunikan) pariwisata Indonesia.
“Sekarang kami calibrating. Ada 14 pilar yang menjadi kriteria dan menentukan peringkat dunia tersebut. Sebanyak 141 negara di dunia menggunakan standar itu dalam memperbaiki sektor pariwisatanya. Kalau kita mau bersaing di level global, maka standar internasional inilah yang juga kita perlukan, kita implementasikan,” ujar Arief.
Ke-14 pilar tersebut antara lain, business environment, safety and security, health and hygiene, human resources and labour market, prioritization of travel and tourism, international openness, price competitiveness, ICT readiness, environmental sustainability, air transportation infrastructure, ground and port infrastructure, tourist service infrastructure, natural resources, dan cultural resources and business travel.
Kemenpar Benahi 14 Pilar Wisata
Apa yang dilakukan menpar selama hampir dua dua tahun ini untuk membenahi 14 pilar tersebut tidak semuanya berjalan mulus. Namun Kementerian Pariwisata (Kemenpar) berhasil mengatasi kendala-kendala itu.
Ada beberapa hal yang sempat menjadi polemik, misalnya soal international openess, atau soal kebijakan Bebas Visa Kunjungan (BVK) di 169 negara.
“Kita dipuji habis oleh Mr Taleb Rivai, Sekjen UNWTO, organisasi PBB yang mengurusi pariwisata saat bertemu di Madrid maupun di ITB Berlin,” kata Arief .
Sejumlah keluhan tentang berbagai hal melalui media sosial dilayangkan wisatawan mancanegara (wisman), terutama dari Cina dan Timur Tengah.
“Kami sudah menandatangani MoU (memorandum of understanding) dengan Kemenkumham (Kementerian Hukum dan HAM) dan Dirjen Imigrasi untuk menjaga bersama-sama, karena petugas imigrasi merupakan first impression wisman. Keramahtamahan berawal dari kesan pertama. Para petugas adalah PR negara dalam melayani wisman. Kami menilai, melayani customers dengan cara yang baik akan menciptakan kesan baik pula,” ujarnya.
Arief mencontohkan lagi soal health and hygiene. Ini merupakan isu yang sangat sensitif di dunia internasional, sehingga ia selalu mengingatkan kepada bupati, wali kota, dan gubernur, untuk menjaga kebersihan, kerapian, dan kesehatan. Jangan sampai ada penyakit zika, malaria, demam berdarah, dan sebangsanya.
Penanganan rumah sakit pun harus standar internasional. “Kalau kita tidak melakukan itu, maka kita tidak akan bisa bersaing dengan negara lagi. Kita harus berani mencari patokan, bukan untuk mempermalukan diri kita sendiri, tapi mengetahui posisi kita dimana? Kita harus berbuat apa? Kapan dan darimana?” tandasnya.
Contoh lain, soal air transportation infrastructure. Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia masih jauh tertinggal. Itulah mengapa, pihaknya menjalin kerjasama dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang memiliki Angkasa Pura I dan II untuk mendukung.
“Pekan lalu, kami roadshow ke perusahaan airlines dan Angkasa Pura I dan II. Tujuannya untuk memperbanyak direct flight dari negara-negara originasi ke destinasi wisata kita,” tambahnya.
Hanya dengan memperbaiki 14 pilar itulah, kata Arief, Indonesia bisa bersaing. Potensinya?
“Sangat besar. Dalam setahun, country branding sudah mengalahkan Malaysia dan Thailand. Tinggal business level strategy yang harus dikuatkan untuk memenangkan persaingan. Kita mampu, dan punya potensi sangat kuat,” ujarnya.
Maka sangat dimaklumi jika presiden menempatkan pariwisata sebagai inti ekonomi Indonesia, seperti yang disampaikan presiden dalam https://drive.google.com/file/d/0ByJGD3_-p-NwY2dLM3VOWTN4clE/view?usp=drivesdk.
“Kita kuat di alam, kuat di budaya, dan punya dasar-dasar kreativitas yang hebat untuk man made (atraksi),” jelas menpar.