Soal atraksi, apa yang harus dipersiapkan agar turis senang datang ke Indonesia, termasuk pengembangan destinasi baru, atraksi baru, akses baru dan amenitas baru.
“Saya selalu berawal dari akhir. Berpikir dari ujung. Berangkat dari proyeksi, lalu harus dengan cara apa merebut target itu,” jelas Arief.
Ketiga, deregulasi sektor pariwisata terus dikembangkan. Salah satunya adalah pencabutan cabotage untuk cruise, sehingga kapal pesiar dengan bendera asing boleh menaikturunkan penumpang di pelabuhan-pelabuhan Indonesia.
Ada lima pelabuhan yang sudah membuka cabotage, yaitu Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Benoa, dan Makassar.
Deregulasi lain adalah pemberlakuan Clearance Approval for Indonesian Territory (CAIT), yang selama ini membuat yachts harus mengurus izin selama 3 minggu untuk bisa berlayar ke perairan Indonesia.
Saat ini CAIT sudah dicabut dan diganti dengan Clearance, Immigration, Quarantine and Port (CIQP). “Sekarang tinggal 3 jam saja, seperti Singapura, yang hanya cukup 1 jam kepengurusan,” tambah menpar.
Bagaimana cara Kemenpar merebut target 20 juta kunjungan wisman?
Menpar yakin target itu bisa diraih. Pertama, dengan melakukan “Go Digital Be the Best” di semua aspek, mulai dari pemasaran sampai pada industri pariwisata.
“More digital more personal, more digital more global, more digital more professional,” katanya.
Kedua, memperkuat akses penerbangan langsung ke Indonesia, ketiga, program pengadaan 100.000 homestay dengan arsitektur Nusantara, yang diharapkan bisa menjadi atraksi budaya yang khas sekaligus amenitas baru yang cepat dan murah.
Adapun jumlah kedatangan wisman pada 2014 adalah 9,3 juta orang, dan diharapkan menjadi 20 juta kunjungan pada 2019.
Pada 2015, pertumbuhan turis dunia hanya 4,4 persen saja, di ASEAN hanya naik 7,9 persen, Singapura 0,5 persen, dan Malaysia 7,3 persen. Indonesia sendiri, pada 2015, mencapai kenaikan sebanyak 10,3 persen.