Seladang Kafe, Tempat Ngopi di Tengah Kebun Kopi Aceh

Risna Halidi Suara.Com
Minggu, 10 Oktober 2021 | 18:51 WIB
Seladang Kafe, Tempat Ngopi di Tengah Kebun Kopi Aceh
Ilustrasi minum kopi. (Unsplash/@taylormae)

Suara.com - Nongkrong sambil minum kopi telah menjadi kebiasaan warga Indonesia yang ada sejak lama, dan bertahan hingga saat ini. Namun pengalaman berbeda coba dihadirkan oleh seorang agropreneur berbasis konservasi alam, Sadikin.

Lelaki lulusan Institut Pertanian Bogor itu, memiliki kafe yang mengusung teman “kafe di tengah kebun kopi". Sadikin sendiri merupakan seorang putra asli Aceh, alumni Agronomi Budidaya Pertania, Faperta IPB.

"Teman-teman memanggil saya Gembel, singkatan dari Gemar Belajar Etika dan Lingkungan. Saya bukan owner tetapi farmer, petani kopi yang kebetulan ada kafe di dalamnya," kata Sadikin saat berbicara dalam acara Dialog 7, yang diselenggarakan oleh Alumni angkatan ke-33 IPB, beberapa waktu lalu.

Diberi nama Seladang Cafe, Sadikin mengaku usahanya ini dibuat setelah melakukan perenungan panjang 13 tahun tentang konsep ngopi di kebun kopi di kawasan Aceh.

Seladang Cafe (Instagram)
Seladang Cafe (Instagram)

Dari perenungan panjang itu, ia mengaku butuh waktu tiga tahun untuk berdiskusi bersama sang istri yang berprofesi sebagai pengacara.

Lucunya, saat berdiskusi dengan orangtua, Sadikin mengatakan bahwa ibunya sempat berkata tidak ada orang gila yang mau ngopi di kebun kopi. Karena alasan itu pula, ia sempat kucing-kucingan membangun usaha Seladang Cafe.

Pada tahun 2013, Sadikin berhasil merealisasikan mimpinya dengan mengubah kebun kopi menjadi Taman Kopi, untuk mengembangkan kopi konservasi dan wisata kopi di Kabupaten Bener Meriah, Gayo, Aceh.

Sadikin mengaku dirinya sangat mengenalkan kopi gayo tidak hanya soal cita rasa dan varietas saja, tetapi juga industrinya dari hulu ke hilir, sejak kopi ditanam hingga terhidang di atas meja.

Ia juga ingin mengenalkan cara membangun brand dengan mengungkap histori di balik kopi kepada para pecinta kopi. Selain itu, dari sisi konservasi, harus dapat diterima oleh lingkungan.

“Jadilah seperti kopi, tetap dicintai tanpa menyembunyikan pahitnya diri," katanya, dikutip Suara.com dari siaran pers, Minggu (10/10/2021).

Seladang Cafe (Instagram)
Seladang Cafe (Instagram)

Kata Sadikin, seperti kopi tubruk sebagai kopi paling original, tanpa ada rekayasa apapun, tetapi apa adanya.

Baca Juga: Viral Curhat Warung Ramai Jadi Sepi, Disangka Santet Saat Lihat Belatung

Kopi tubruk, kata Sadikin, mencerminkan equalitas, kesetaraan dan kejujuran. Filosofi ini juga mendasari isu bias gender dalam pengelolaan kopi gaya di mana 80 persen pemetik kopi gayo adalah perempuan.

"Saya berharap permasalahan di dunia perkopian dapat menjadi tanggung jawab bersama semua pihak. Saya membayangkan kerja sama dengan IPB, yang dimulai dengan kebun percontohan kopi di Bener Meriah, sekaligus menjadi konsultan bagi pemerintah daerah untuk pengembangan perkebunan kopi di masa depan."

Sebagai penutup, ia juga berharap adanya peningkatan taraf hidup buruh petani kopi yang saat ini rata-rata di bawah garis kemiskinan.

"Akses petani terhadap uang, energi atau listrik, pendidikan agar menjadi petani yang berdaulat dan berdiri di atas kaki sendiri sehingga dapat menghasilkan produk yang sesuai standar Internasional," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?