Lantas, bagaimana dengan hukum orang yang memilih untuk mangqadha' shalatnya di rumah dengan alasan sulit menjalankan shalat di kereta?
Menurut Mazhab Imam Syafi'i, hal itu tetap diperbolehkan. Hasyiyah Ibnu Qasim 'alal Ghuraril Bahiyah mengatakan, "Imam Haramain dan Imam Ghazali menukil bahwa dalam Mazhab Syafi'i terdapat pendapat bahwa sesungguhnya setiap shalat yang butuh (bisa) untuk di-qadha' tidak wajib melaksanakannya pada waktunya. Pendapat ini jua merupakan pendapat yang diutarakan Imam Abu Hanifah," (Lihat Ibnu Qasim, Hasyiyah Ibnu Qasim 'alal Ghuraril Bahiyah, juz I, halaman 207).
Dengan demikian, diperbolehkan bagi penumpang untuk menjama' shalat jika masih memungkinkan dengan jama' taqdim, alias sebelum berangkat dalam perjalanan atau jama' ta'khir ketika sudah ada tempat ibadah yang memungkinkan untuk melaksanakan shalat.
Untuk shalat yang tidak dapat di jamak', lebih baik agar muslim mengikuti pendapat dari Imam Haramaian dan Al-Ghazali yakni dengan mengqadha' shalat ketika tiba di tempat tujuan.
Hal ini bisa dilakukan dengan ketentuan shalat tepat waktu atau li hurmatil waqti sulit dilaksanakan atau ada alasan lain seperti mengganggu aktivitas orang lain karena sholat di lokasi yang sering dilalui manusia atau alasan lainnya. Terlebih, menjalankan sholat namun mengganggu orang lain kurang elok.
Alasannya, ibadah sholat adalah hal mulia dan sebaiknya tidak mengusik kenyamanan orang lain. Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab juga menghukumi makruh sholat yang dilaksanakan di lokasi yang dilalui orang, seperti jalan umum meski sholatnya memang tidak batal.
“Janganlah shalat di jalan umum karena hadis dari ‘Umar menyebut bahwa ada tujuh tempat yang dilarang malakukan shalat, salah satunya adalah jalan umum. Shalat di jalan umum dilarang karena menghalangi jalan orang lain dan kekhusyukan shalat terganggu lantaran orang lalu-lalang. Kendati demikian, shalat yang dilakukan di jalan umum tetap sah, karena larangan di sini disebabkan oleh hilangnya kekhusyukan dan menganggu jalan orang lain. Kedua hal ini tentu tidak berdampak pada pembatalan shalat.”
Wallahu alam bisshawab, kebenaran hanya milik Allah.