Suara.com - Kerja perawatan seperti mengurus anak, merawat orangtua, dan mengerjakan pekerjaan domestik seringkali tidak dianggap karena dianggap tidak menghasilkan secara ekonomi. Bahkan, eksperimen sosial yang dilakukan oleh media perempuan Magdalene, yang didukung oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), pada akhir tahun 2023 mengungkapkan bahwa 4 dari 5 partisipan memiliki jam kerja perawatan di atas 40 jam per minggu.
Padahal dalam UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 mengatur, jam kerja untuk pekerja di Indonesia maksimal 7 jam per hari atau 40 jam per minggu.
Dalam “Long working hours can increase deaths from heart disease and stroke, say ILO and WHO” (2021) disebutkan, jam kerja panjang 55 jam seminggu telah memicu 745.000 kematian akibat penyakit kardiovaskular pada 2016. Mereka yang overworked juga lebih rentan terkena risiko stroke 35 persen dan penyakit jantung 17 persen, ketimbang mereka yang bekerja maksimal 40 jam seminggu.

Eksperimen sosial tersebut diproduksi menjadi sebuah film dokumenter pendek, yang diputar pada Kamis (18/1) di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat. Tak cuma memutar film berdurasi 20 menit, puluhan hadirin juga antusias mengikuti diskusi bertema serupa.
Film ini mendokumentasikan eksperimen sosial yang dilakukan lima partisipan perempuan dengan latar beragam. Selama seminggu, mereka mencatatkan kerja-kerja perawatan dan pengasuhan yang mereka lakukan di rumah tangga mereka, termasuk mengurus anak, orang tua lansia, serta kerja domestik lainya.
Hasil dari pencatatan tersebut diolah menjadi data dan dibandingkan dengan aturan jam kerja di Undang-Undang Cipta Kerja, yaitu 40 jam per minggu. Para partisipan pun mengisi berapa pendapatan saat ini atau penghasilan terakhir jika sudah tak bekerja, untuk mendapatkan valuasi dari kerja perawatan yang mereka lakukan. Selain mencatatkan waktu kerja perawatan yang mereka lakukan, para peserta eksperimen ini juga mendokumentasikan beragam kerja-kerja domestik yang mereka lakukan.
“Data yang dikumpulkan membuktikan apa yang sebenarnya kita sudah ketahui, yaitu kerja-kerja perawatan tak berbayar hampir selalu dibebankan secara tidak proporsional kepada perempuan,” Pemimpin Redaksi Magdalene Devi Asmarani mengatakan.
“Yang baru dari sini adalah, kita bisa melihat bahwa jika divaluasi secara rupiah, nilainya menjadi tinggi, padahal kerja perawatan tidak pernah dihargai sebagai sesuatu produktif.”
Early D. Nuriana, Koordinator Program ILO untuk Pekerjaan Perawatan, menjelaskan mengenai pentingnya memvaluasi kerja-kerja perawatan, terutama dari sisi jam kerja, dan mengkonversi jumlah kerja tersebut dengan gaji rutin yang diterima dari pekerjaan atau berdasarkan upah minimum yang berlaku.
Baca Juga: Prabowo-Gibran Punya Dua Isu Strategis untuk Kaum Perempuan, Apa Itu?
“Dengan mengkonversikan jam kerja perawatan yang dilakukan per hari, per minggu hingga per bulan dalam bentuk pendapatan akan menyadarkan betapa kerja perawatan ini sangat memiliki nilai ekonomi, yang selama ini dianggap sebagai pekerjaan yang tidak produktif dan tidak perlu berbayar,” ujar Early.