Artinya penelitian ini levelnya sangat tinggi dan hanya bisa dilakukan oleh orang orang yang berilmu tinggi. Jika belum hafal Alfiyah lalu seenaknya saja membantah belum levelnya, atau belum mampu bisa baca kitab kuning apalagi mengarang kitab dengan redaksi bahasa Arab yang sesuai dengan gramatikanya, juga belum kelasnya.
Namun tentu siapapun boleh berpendapat sepanjang argumentasinya bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiiah. Hanya saja kualifikasi itu penting untuk menjadi tolak ukur kelilmuan seseorang yang berpendapat," urai Kiai Abdul Hay seperti dikutip dari RMI NU Banten.
Menurut Kiai Abdul Hay, apa yang ditulis oleh Kiai Imad juga bersumber dari pustaka tersebut tidak sembarangan dan jelas sumbernya.
"Bukan tuduhan, halusinasi atau bahkan niat kebencian. Data data kitab pustaka yang otentik beliau baca seluruhnya, lalu dikomparasikan, dicocokkan, disesuaikan, lalu muncullah sebuah konklusi nasab Ubaidillah yang terputus kepada Ahmad Bin Isa," jelas Kiai Abdul Hay.
Nama Kiai Imad menjadi Ketua RMI PWNU Banten hingga penasihat Generasi Muda Nahdlatul Ulama (GMNU) Provinsi Banten. Ia juga pernah menjabat sebagai Rijalul Anshor Kabupaten Tangerang, Banten.
Sejak kecil, Kyai Imad sudah akrab dengan dunia Keislaman. Bahkan sejak umur 7 tahun, Imad kecil sudah belajar di Madrasah Diniyah Al Hikmah.
Selain mendalami soal agama, sosoknya juga menjalani pendidikan formal. Imad adalah alumni dari SD Negeri Kresek III. Ia juga pernah bersekolah di SMP Negeri Kresek, sebelum melanjutkan ke bangku SMA di MA Ashhabul Maimanah, Kabupaten Serang.
Imad memiliki cita-cita mau menjadi seorang cendekiawan Islam. Demi mewujudkan mimpinya, ia mengambil S1 di UIN Banten. Di sana ia berhasil lulus dan meraih gelar Sarjana Agama.
Usai lulus S1, Imad melanjutkan pendidikan S2 di Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ), Jakarta. Ia berhasil meraih gelar Magister Agama.
Baca Juga: Momen Berendam di Jacuzzi Sempat Viral, Kini Bahar bin Smith Berseteru dengan Rhoma Irama