Lebih lanjut, Markus mengatakan kliennya hanya ingin mengajak PT KAI tertib administrasi dan taat pada aturan Perundang-undangan yang berlaku. Hal ini sebagaimana telah tertuang dalam gugatan.
"Terhadap permasalahan ini sudah dilakukan pendekatan dan diskusi bertahun tahun namun PT KAI tak mengindahkannya bahkan cenderung mengulur waktu," lanjutnya.
Adapun perkara tersebut terdaftar dengan nomor 137/Pdt.G/2024/PN Yyk tertanggal 17 Oktober 2024. Gugatan ini dibuat Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Condro Kirono.
Dilayangkannya gugatan itu karena PT KAI mengklaim aset 06.01.00053 nomor AM 400100002010 atas tanah emplasemen Stasiun Tugu Jogja lintas Bogor-Jogja KM 541+900-542+600 seluas 297.192 meter persegi.
Di sisi lain, keraton mengklaim sebagai pemilik atas dasar Perdais No. 1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten serta UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY.
Bukan hanya PT KAI, ada pula Kementerian BUMN yang menjadi tergugat I. Kemudian, turut dilaporkan pula Kantor Pertanahan BPN Kota Yogyakarta, Kemenkeu, serta Kemenhub yang menjadi daftar para tergugat II.
Diketahui bahwa ada lima lahan sengketa yang ditulis dalam gugatan. Tanah ini meliputi Samsat dan Ditlantas Polda DIY, Kantor Kecamatan Gedongtengen, Depo Stasiun Tugu, sisi selatan Stasiun Tugu, serta mess Ratih ke barat.
Dalam gugatan tersebut, pihak Keraton Yogyakarta meminta ganti rugi sebesar Rp 1.000 terhadap PT KAI. Dikatakan oleh Markus, jumlah tersebut menandakan bahwa kasultanan tidak pernah memberatkan rakyat.
"Terkait Kasultanan yang meminta ganti rugi sebesar Rp1.000 ini menunjukkan Kasultanan tidak pernah memberatkan masyarakatnya," kata Markus.
Baca Juga: Jelajah Rasa Betawi yang Asli: 6 Kuliner Wajib Coba di Setu Babakan
Kontributor : Xandra Junia Indriasti