Silaturahmi atau Rekreasi saat Lebaran, Harus Dahulukan yang Mana?

Eko Faizin Suara.Com
Minggu, 30 Maret 2025 | 11:49 WIB
Silaturahmi atau Rekreasi saat Lebaran, Harus Dahulukan yang Mana?
Silaturahmi atau Rekreasi saat Lebaran, Harus Dahulukan yang Mana? [Suara.com/Alfian Winanto]

Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa silaturahmi memiliki cakupan yang luas dan tidak terbatas pada pertemuan fisik semata.

Sehingga, jika seseorang tidak dapat mengunjungi keluarganya secara langsung, ia masih bisa menjalankan kewajiban silaturahmi dengan cara lain, seperti membantu secara finansial atau sekadar mengirim salam.

Silaturahmi lebih utama dibandingkan rekreasi, karena merupakan kewajiban dalam Islam, sedangkan rekreasi hanya mubah (diperbolehkan).

Namun, jika keduanya dapat dilakukan tanpa mengorbankan hubungan baik antar-keluarga, maka tidak ada masalah untuk berlibur bersama.

Sesuatu yang tidak dianjurkan adalah menjadikan rekreasi sebagai prioritas utama hingga melupakan silaturahmi.

Sebab, jika rekreasi menghabiskan seluruh waktu dan menghalangi seseorang untuk menjalin hubungan baik dengan keluarganya, maka hal itu sebaiknya dihindari.

Dengan memahami keseimbangan ini, umat Islam dapat menjalani momen Idul Fitri dengan lebih bermakna, dengan tetap memenuhi kewajiban silaturahmi sekaligus menikmati waktu berkualitas bersama keluarga.

Urutan silaturahmi yang disunahkan

Menurut Ashabuna, sebagaimana kutipan Ubai dan As-Sanusi dalam kitab Shahih Muslim wa Ikmalu Ikmalil Mu’allim wa Mukammilu Ikmalil Al-Ikmal, (Mesir, Matba’atus Sa’adah,1328 H:VII/3), silaturahmi disunahkan sesuai dengan urutan:  

Baca Juga: Etika Silaturahmi saat Hari Raya Idul Fitri

  1. Ibu 
  2. Ayah 
  3. Anak 
  4. Kakek 
  5. Nenek 
  6. Saudara 
  7. Kerabat yang masih mahram, seperti bibi dan paman, baik dari jalur saudara ayah maupun saudara ibu 
  8. Kerabat dari jalur mertua
  9. Kerabat karena kemerdekaan budak 
  10. Tetangga.   

Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan lebih rinci bahwa urutan setelah kerabat mahram adalah kerabat yang bukan mahram, kemudian kerabat dari jalur ashabah, kemudian dari jalur mertua, kerabat karena kemerdekaan budak, lalu tetangga. (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari, halaman 417).   

Setelah melakukan silaturahmi kepada keluarga yang hidup, maka dilanjutkan kepada keluarga yang meninggal dunia dengan ziarah kubur.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI