Transformasi Pendidikan Berbasis STEM Jadi Kunci Terwujudnya Generasi Unggul untuk Indonesia Emas

Kamis, 22 Mei 2025 | 11:56 WIB
Transformasi Pendidikan Berbasis STEM Jadi Kunci Terwujudnya Generasi Unggul untuk Indonesia Emas
Anggota Tim Penasihat Ahli Kementerian Pendidikan Dasar Menengah (Kemendikdasmen), Dr. Stephanie Riady, B.A., M.Ed. menilai bahwa sistem pendidikan sains dan teknologi di Indonesia perlu diubah secara fundamental agar lebih relevan dengan kehidupan siswa masa kini (Dok: UPH)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Transformasi pendidikan berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) menjadi kunci bagi terwujudnya generasi unggul dan berdaya saing tinggi untuk mendukung Indonesia Emas 2045.

Anggota Tim Penasihat Ahli Kementerian Pendidikan Dasar Menengah (Kemendikdasmen), Dr. Stephanie Riady, B.A., M.Ed., dalam keterangannya menilai bahwa sistem pendidikan sains dan teknologi di Indonesia perlu diubah secara fundamental agar lebih relevan dengan kehidupan siswa masa kini.

“Sains sejatinya adalah cara berpikir, yaitu bagaimana melihat persoalan, merumuskan solusi, dan mengubah pengetahuan menjadi tindakan,” ujar Dr. Stephanie.

Perempuan yang juga aktif sebagai penggiat pendidikan, filantropi, dan pengembangan program pendidikan berbasis nilai, inovasi, dan kolaborasi lintas sektor itu menilai, pembelajaran sains dan matematika di Tanah Air masih kerap terjebak pada pendekatan lama seperti hafalan rumus, ujian pilihan ganda, dan minimnya praktik di kelas.
Padahal, di tengah revolusi teknologi global, pendidikan berbasis STEM bukan lagi sekadar pilihan melainkan kebutuhan mendesak. Sebab dunia saat ini menuntut generasi muda yang mampu berpikir kritis, kreatif, dan kolaboratif.

Menurutnya, selama ini banyak siswa merasa asing dengan pelajaran STEM karena pendekatan pembelajarannya kurang membumi. Padahal, bidang ini memiliki potensi besar dalam membentuk pola pikir logis dan kreatif, yang sangat dibutuhkan di era kecerdasan buatan saat ini.

Dr. Stephanie mencontohkan negara-negara seperti Korea Selatan dan Finlandia yang telah membuktikan dampak positif dari investasi jangka panjang dalam pendidikan STEM. Korea Selatan, misalnya, telah menjadikan STEM sebagai prioritas sejak 1960-an dan kini menjadi salah satu negara dengan ekonomi berbasis teknologi tinggi. Finlandia pun dikenal luas dengan sistem pendidikan inovatif yang menekankan kreativitas dan pembelajaran lintas disiplin.

Ia juga menggarisbawahi data dari Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 yang menempatkan Indonesia di peringkat ke-71 dari 80 negara dalam literasi sains. Data ini menunjukkan bahwa meskipun anak-anak Indonesia bersekolah, mereka belum sepenuhnya diajarkan cara berpikir ilmiah.

Sementara itu, laporan Fixing the Foundation dari Bank Dunia mengungkapkan bahwa banyak program pelatihan guru di negara berpenghasilan menengah, termasuk Indonesia, belum dirancang secara efektif, terutama dalam hal penguasaan konten dan metodologi pengajaran STEM.

“Vietnam bisa menjadi contoh inspiratif. Mereka mereformasi kurikulum sejak 2010 dengan pendekatan berbasis proyek. Hasilnya, performa siswa mereka kini sejajar dengan negara-negara maju. Malaysia pun terus mendorong partisipasi siswa di jalur STEM melalui pelatihan guru, insentif sekolah, dan kemitraan dengan industri,” ujar Dr. Stephanie, yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Yayasan Pendidikan Pelita Harapan (YPPH) dan Presiden Universitas Pelita Harapan (UPH).

Baca Juga: PGN-INPEX Masela Tandatangani HoA LNG Blok Masela: Pemenuhan Pasar Gas Bumi Domestik

Ia menambahkan, Indonesia sejatinya memiliki potensi besar dalam pengembangan pendidikan sains dan teknologi. Berbagai inisiatif seperti pelatihan robotik di Yogyakarta, kompetisi inovasi di Jakarta, hingga pengembangan alat berbasis Internet of Things (IoT) oleh mahasiswa di Surabaya menjadi bukti bahwa ekosistem inovasi mulai tumbuh dan patut diapresiasi.

Namun, potensi ini perlu diperkuat melalui sistem pendidikan yang mendukung serta kebijakan yang tepat. Menurutnya, inisiatif semacam ini harus diperluas dan diintegrasikan dengan dukungan dari berbagai pihak, mulai dari sekolah dan guru, hingga pemerintah serta sektor swasta.

“Tidak semua anak harus jadi ilmuwan. Namun, setiap anak perlu tahu cara mengamati, berpikir, dan menyelesaikan masalah. Karena masa depan tak dibangun oleh hafalan, tetapi oleh keberanian untuk bertanya, mencoba, dan gagal, lalu bangkit kembali,” ucap Dr. Stephanie.

Transformasi Pendidikan Berbasis STEM

Dalam upaya mendorong transformasi sistem pendidikan Indonesia, Riady Foundation hadir mendukung penerapan pendidikan STEM di berbagai jenjang. Melalui program “STEM Indonesia Cerdas”, Riady Foundation bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Dasar Menengah, Kementerian Pendidikan Tinggi Sainstek, Kementerian Kebudayaan, Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), serta lebih dari 500 satuan pendidikan perintis di seluruh Indonesia.

Program ini fokus dalam penguatan kompetensi guru, pengembangan kurikulum berbasis proyek dan AI, serta penyediaan ekosistem belajar yang kontekstual dan kolaboratif.
Dalam lima tahun ke depan, program ini menargetkan mampu membekali 10 juta siswa di seluruh Indonesia dengan kecakapan dasar di bidang Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI) dan STEM. Untuk mencapainya, akan disiapkan modul ajar inklusif, pelatihan guru, platform pembelajaran digital, serta sistem pemantauan dan evaluasi yang menyeluruh.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI