Suara.com - Di tengah bentang alam hijau Desa Payangan, Ubud, lebih dari 740 pelari dari 70 kota di Indonesia dan sembilan negara dunia berlari menembus hamparan sawah dan perbukitan.
Mereka bukan sekadar mengikuti ajang lari biasa, melainkan turut ambil bagian dalam gerakan sport tourism berkelanjutan bernama Padma Run Bali 2025.
Digelar pada Mei lalu, kegiatan ini menjadi contoh konkret bagaimana kegiatan olahraga bisa menjadi wahana untuk menyatukan pelestarian lingkungan, penghormatan budaya, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal.
Sport tourism memang bukan hal baru, tetapi pendekatan berkelanjutan seperti yang diusung Padma Run menjadi pembeda. Dengan mengusung tema #LaceUpForChange, acara ini membuktikan bahwa sport tourism dapat menjadi alat efektif untuk menciptakan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan secara bersamaan.
Nilai Ekonomi yang Menggiurkan
Menurut berbagai proyeksi, potensi nilai ekonomi sport tourism di Indonesia diperkirakan mencapai Rp18,79 triliun pada 2024. Angka ini membuka peluang besar untuk pengembangan event olahraga dengan dampak jangka panjang.
Model Padma Run menjadi contoh bahwa event olahraga tidak harus berpusat di kota besar atau tempat wisata padat. Sebaliknya, kawasan seperti Desa Payangan yang masih mempertahankan keasrian dan kearifan lokal justru menawarkan daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik dan mancanegara.
"Menjadi Padma Run Bali pertama, saya tak pernah membayangkan kami akan meraih pencapaian sebesar ini. Selain menyelenggarakan acara yang tak terlupakan, kami juga berhasil memberikan kontribusi abadi bagi pendidikan; meningkatkan lingkungan belajar dan memberdayakan komunitas kami. Semangat luar biasa yang ditunjukkan oleh setiap pelari, relawan, dan mitra yang terlibatlah yang memungkinkan semua ini terwujud. Tanpa dukungan Anda semua, kami tidak akan mampu mewujudkannya," ujar Inez Teresa, Race Director Padma Run Bali 2025, dalam keterangannya, Rabu (4/6/2025).
Dampak Nyata untuk Masyarakat
Baca Juga: Kevin Diks: Saya Tidak Gabung TC Timnas Indonesia di Bali
Melalui program Padma GIVE (Grant, Inspire, Volunteer, Empower), acara ini berhasil mengumpulkan donasi lebih dari Rp100 juta. Dana tersebut langsung disalurkan untuk membantu 102 siswa di Sekolah Dasar Negeri 2 Puhu. Ini menjadi bukti bahwa sport tourism bukan sekadar urusan tiket dan medali, melainkan katalis perubahan sosial di tingkat akar rumput.
Tak hanya soal pendidikan, model ini turut menggerakkan ekonomi warga lokal melalui penyerapan tenaga kerja, penyediaan konsumsi, dan aktivitas ekonomi lainnya yang mendukung event.
Menjawab Tantangan Pariwisata Bali
Salah satu ciri khas Padma Run adalah penyematan unsur budaya Bali di sepanjang jalur lari. Dari pertunjukan Tari Barong dan Tari Kera di pembukaan, hingga sambutan tarian Joged di kilometer pertama dan kemunculan Hanoman di kilometer ketujuh, suasana magis khas Bali terasa begitu kuat.
Kawasan wisata populer seperti Ubud kini menghadapi tekanan berat, mulai dari krisis pengelolaan sampah, keterbatasan sumber daya air, hingga risiko terkikisnya budaya lokal. Dalam konteks ini, Padma Run menghadirkan solusi alternatif melalui prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan:
- Distribusi wisatawan: Mengarahkan pengunjung ke kawasan pedesaan yang belum banyak terekspos.
- Durasi singkat: Kegiatan hanya berlangsung satu hari sehingga tekanan terhadap infrastruktur lebih ringan.
- Dampak ekonomi langsung: Komunitas lokal mendapatkan manfaat nyata, baik dari sisi ekonomi maupun sosial.
- Pelestarian aktif: Budaya lokal menjadi bagian integral dari pengalaman wisata.
Model untuk Masa Depan Pariwisata Indonesia