Meski secara hukum acara diperbolehkan, menghadirkan anak sebagai saksi menyimpan dilema besar, terutama terkait usia dan dampak psikologis. Di sinilah letak pertimbangan utama hakim.
Berikut adalah poin-poin krusial yang menjadi pertimbangan:
- Batas Usia: Menurut Pasal 145 HIR/172 RBg, seorang anak yang telah berusia 15 tahun ke atas secara hukum boleh menjadi saksi dan keterangannya diambil di bawah sumpah.
- Di Bawah Umur 15 Tahun: Jika anak berusia di bawah 15 tahun, mereka tetap bisa didengar keterangannya, namun tidak di bawah sumpah. Keterangan mereka tidak dianggap sebagai kesaksian penuh, melainkan sebagai petunjuk atau informasi tambahan bagi hakim.
- Prioritas Kesejahteraan Anak: Di atas semua aturan formil, ada Undang-Undang Perlindungan Anak yang menjadi benteng utama. Hakim memiliki kewajiban untuk melindungi anak dari tekanan mental dan konflik loyalitas.
Memaksa anak untuk "memilih" atau bersaksi melawan salah satu orang tuanya dapat menimbulkan trauma mendalam.
Itulah sebabnya banyak hakim yang sangat berhati-hati dan cenderung menyarankan agar tidak melibatkan anak sebagai saksi.
Para praktisi hukum pun kerap mendorong agar orang tua mencari saksi lain, seperti kerabat dewasa atau asisten rumah tangga, untuk meminimalisir dampak buruk pada anak.
Baca Juga: Pengadilan Tegas Tolak Permintaan Istri Andre Taulany Jadikan Anak Saksi Kasus Cerai