Ia menjelaskan bahwa meskipun target net zero emission ditetapkan pada 2060, bukan berarti pembangunan energi terbarukan tidak akan dipercepat. Justru sebaliknya, pemerintah dan parlemen berkomitmen mempercepat proses transisi ini.
Dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, Indonesia berencana membangun sekitar 70 gigawatt (GW) kapasitas listrik baru.
Dari jumlah tersebut, sekitar 52 GW akan berasal dari sumber energi baru dan terbarukan, termasuk pembangunan baterai nasional sebagai penunjang energi hijau.
Proses pengembangan energi ini diperkirakan akan membutuhkan investasi sekitar 170 miliar dolar AS selama satu dekade ke depan.
“Kami yakin dengan dukungan penuh dari parlemen, komunitas, LSM, dan pelaku usaha, program ini bisa berjalan lancar tanpa hambatan berarti,” tambah Dr. Eddy.
Ia optimis bahwa pada tahun 2034 hingga 2040, kontribusi energi terbarukan terhadap total pasokan listrik nasional akan mencapai lebih dari 36 persen. Hal ini diharapkan bisa mempercepat pencapaian target net zero emission yang semula direncanakan pada 2060.
Dengan komitmen dan kerja sama semua pihak, Indonesia optimis bisa mempercepat transisi energi bersih dan meraih target net zero emission lebih cepat dari tahun 2060.
Investasi besar-besaran telah dipersiapkan untuk membangun energi baru terbarukan, termasuk baterai nasional, demi masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Baca Juga: Krisis Sampah Plastik Memburuk, Mengapa Dunia Masih Terbelah soal Solusinya?