Terungkapnya fakta bahwa aset-aset yang digunakan dalam film, seperti latar jalanan dan karakter, bukan dibuat secara mandiri melainkan dibeli dari toko digital seperti Daz3D. Hal ini sempat dibocorkan oleh YouTuber Yono Jambul.
4. Proses Produksi yang Terburu-buru
Perfiki Kreasindo, rumah produksi film, dikabarkan menyelesaikan pengerjaan film dalam waktu kurang dari satu bulan sejak Juni 2025, sekadar untuk mengejar tanggal tayang 14 Agustus.
Hal ini memperkuat asumsi bahwa kualitas film terganggu karena terbatasnya waktu produksi.
5. Kritik dari Sutradara Hanung Bramantyo
Hanung Bramantyo mengecam keras kualitas film. Ia menilai anggaran Rp6,7 miliar (setelah potongan pajak) kurang realistis untuk menghasilkan film animasi berkualitas.
Menurutnya, standar yang layak membuat film animasi membutuhkan anggaran minimal Rp30–40 miliar dengan waktu pengerjaan mencapai 5 tahun.
6. DPR Dorong Evaluasi dan Dukungan untuk Industri Animasi
Ilham Permana, anggota Komisi VII DPR RI, menghargai usaha para kreator.
Baca Juga: Sinopsis dan Karakter Film Merah Putih One for All, Ada yang Mirip Gibran
Namun, ia menegaskan bahwa dunia animasi bukan pekerjaan mudah karena memerlukan SDM kreatif, teknologi mumpuni, dan biaya besar untuk berkembang dan kompetitif secara global.
Sementara itu, Komisi X DPR RI juga mengapresiasi semangat film ini sekaligus mendorong evaluasi menyeluruh terhadap hasilnya.
Film animasi Merah Putih One For All mendapat kritikan tajam karena masalah anggaran, hasil visual yang dianggap terburu-buru, dan dugaan pemakaian aset siap pakai.
Reaksi publik dan tokoh industri menegaskan satu hal, bahwa film animasi Indonesia bisa berjaya asalkan ada perencanaan, pendanaan, hingga kualitas produksi.
Bagaimana menurut pendapat kamu? Apakah kamu tertarik untuk menyaksikan film animasi Merah Putih One For All di bioskop pada 14 Agustus 2025 nanti?
Kontributor : Rishna Maulina Pratama