Suara.com - Sosok di balik rumah produksi Perfiki Kreasindo sedang menjadi sorotan publik seiring hebohnya kabar perilisan film animasi Merah Putih One For All pada 14 Agustus 2025. Film ini akan dirilis di bioskop untuk merayakan Hari Kemerdekaan RI yang ke-80.
Namun alih-alih mendapat sambutan meriah, proyek ini justru menuai kritik tajam di media sosial. Meskipun dipromosikan sebagai representasi persatuan bangsa, film ini dikritik warganet.
Kritik tersebut berfokus pada beberapa hal, seperti kualitas animasi, dugaan penggunaan model 3D siap pakai dan biaya produksi yang mencapai miliaran rupiah.
Simak fakta menarik Perfiki Kreasindo berikut ini.
1. Milik Swasta Bukan Pemerintah

Salah satu miskonsepsi terbesar yang beredar adalah anggapan bahwa Perfiki Kreasindo adalah perusahaan milik negara atau di bawah naungan pemerintah alias BUMN. Perfiki Kreasindo adalah rumah produksi yang berada di bawah naungan Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail.
Yayasan yang beralamat di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, ini merupakan lembaga nirlaba yang berdedikasi untuk memajukan industri perfilman nasional.
Didirikan sejak 1982, yayasan ini juga menaungi Citra Film School, sebuah sekolah film yang memiliki sejarah panjang dalam pendidikan sinematografi.
Dengan demikian, Perfiki Kreasindo adalah entitas swasta yang berfokus pada pengembangan dan produksi film, bukan BUMN atau lembaga yang dikendalikan oleh pemerintah.
2. Isu Biaya Produksi Rp6,7 Miliar, Sebulan Siap Tayang
![Merah Putih: One For All [Instagram]](https://media.arkadia.me/v2/articles/triasrohmadoni/92rrtrJQJDOiFPhzUzPhAKS4KOhfkSpY.png)
Film 'Merah Putih One For All' dikabarkan menelan biaya produksi hingga Rp6,7 miliar. Angka ini mengejutkan banyak pihak, terutama mengingat proses pembuatannya yang terbilang sangat cepat.
Baca Juga: Bau KKN Kental? Film Merah Putih One For All Sukses Serobot Antrean 200 Judul Lain
Menurut informasi yang beredar, film ini hanya digarap dalam waktu kurang dari satu bulan, dimulai sejak Juni 2025.
Kecepatan produksi ini menjadi salah satu pemicu utama kritik dari warganet, yang menilai kualitas animasinya tidak sebanding dengan biaya dan durasi pengerjaannya.
Proyek film animasi ini dipimpin oleh Toto Soegriwo sebagai produser utama dan Sonny Pudjisasono sebagai produser eksekutif.
Sementara itu, Endiarto dan Bintang Takari bertindak sebagai sutradara, penulis skenario, sekaligus animator visual utama.
3. Hasil Gotong Royong

Terkait sumber pendanaan, sutradara Endiarto memberikan pernyataan yang menarik. Dia menjelaskan bahwa biaya pembuatan film ini berasal dari hasil gotong royong tim, bukan dari pihak formal atau informal.
Endiarto menambahkan bahwa gotong royong yang dimaksud bukanlah dalam bentuk uang, melainkan upaya atau effort dari seluruh kru yang memiliki niat yang sama.