- Badru Kepiting muncul saat chaos gas air mata demo 25 Agustus 2025
- Orasi kocak Badru menjadi sorotan
- Seperti apa profil dan rekam jejak Badru yang merupakan anak disabilitas?
Suara.com - Satu sosok pemuda berhasil mencuri perhatian di tengah riuh dan panasnya aksi demonstrasi di depan Gedung DPR kemarin (25/8/2025). Dia adalah Badru Kepiting.
Bukan orator dengan suara berapi-api, melainkan seorang pemuda bergamis putih dan berpeci yang orasinya justru mengundang tawa.
Dia adalah Muhammad Badru, atau yang lebih akrab disapa Badru Kepiting. Siapa Badru Kepiting?
Badru muncul di tengah asap gas air mata ketika aparat kepolisian berusaha membubarkan massa demo 25 Agustus 2025.
Namanya melambung di media sosial, menjadi simbol unik perlawanan rakyat. Gayanya yang kocak namun pesannya yang tajam membuatnya viral.
Siapakah sebenarnya Badru Kepiting, sosok yang mampu membuat pendemo hingga aparat kepolisian tersenyum di tengah ketegangan?
Lebih dari Sekadar Wajah Viral di Tengah Demo
Sebelum dikenal sebagai "orator kocak" di demo DPR, nama Badru Kepiting sudah cukup familiar di jagat maya.
Ia adalah seorang influencer yang dikenal karena semangatnya yang luar biasa dalam menghadapi keterbatasan fisik.
Badru lahir dengan kondisi disabilitas, di mana tangan dan kakinya tidak berkembang sempurna.
Baca Juga: Diamuk Massa saat Demo 25 Agustus di DPR Rusuh, Lurah Manggarai Selatan Lapor Polisi
Namun, keterbatasan itu tidak pernah memadamkan apinya. Justru, ia menjadikan keunikannya sebagai identitas.
Julukan "Kepiting" ia adopsi dari bentuk tangannya yang menyerupai capit.
Dengan bangga, ia menggunakan nama tersebut sebagai branding pribadinya.
Badru menyebarkan pesan tentang penerimaan diri dan kesetaraan melalui konten-konten yang ringan dan menghibur.
Kisah hidupnya juga diwarnai ujian. Pada Juni 2025, Badru menjadi korban pencopetan di dalam angkutan kota, kehilangan ponsel dan uang tunai.
Namun, layaknya semangat juangnya, kasus ini berhasil diungkap polisi dan para pelaku ditangkap. Peristiwa ini menunjukkan sisi lain dari Badru.
Orasi Kocak yang 'Menampar' Sekaligus Menghibur

Puncak popularitas Badru terjadi saat aksi demonstrasi 25 Agustus di depan Gedung DPR RI.
Di tengah massa yang menyuarakan protes serius, Badru tampil beda.
Dengan santai, ia membentangkan poster pink bertuliskan "Bubarkan DPR RI".
Bukan hanya posternya yang menarik perhatian, tetapi juga orasinya.
Dalam sebuah video yang viral, ia menyerukan, "Jangan lupa tanggal 25 ini, seluruh masyarakat datang ke DPR."
Gaya bicaranya yang polos dan penuh humor sontak membuat suasana yang tegang menjadi lebih cair.
Para pendemo lain tertawa, bahkan seorang anggota polisi yang berjaga pun tak kuasa menahan senyum.
Aksinya ini menjadi bukti bahwa kritik tidak harus selalu disampaikan dengan urat tegang.
Humor bisa menjadi senjata ampuh untuk menyentil, dan pesan Badru sampai dengan cara yang tak terduga.
Jauh sebelum aksi ini, Badru juga pernah ikut dalam demonstrasi "Indonesia Gelap" di Patung Kuda.
Kala itu, ia bahkan naik ke mobil komando dan dengan lantang membacakan Pancasila. Ini menunjukkan konsistensinya dalam menyuarakan pendapat di ruang publik.
Mengapa Sosok Seperti Badru Dibutuhkan?

Kemunculan Badru sebagai figur yang dicintai publik di tengah arena politik yang panas menandakan adanya kejenuhan masyarakat.
Publik merindukan sosok yang otentik, jujur, dan berbicara dari hati, meskipun dengan cara yang sederhana. Badru Kepiting mengisi kekosongan itu.
Ia adalah cerminan suara rakyat kecil yang ingin didengar tanpa harus kehilangan keceriaan.
Kisahnya—dari seorang influencer disabilitas, korban kejahatan, hingga menjadi ikon demo—adalah narasi tentang ketahanan dan kekuatan untuk mengubah nasib.
Badru Kepiting mungkin bukan politisi atau analis ulung. Namun, melalui poster pink dan orasi jenakanya, ia telah melakukan sesuatu yang seringkali gagal dilakukan oleh para elite: berbicara kepada rakyat dengan bahasa rakyat.
Bagaimana pendapat Anda tentang fenomena Badru Kepiting? Apakah cara-cara unik seperti ini efektif untuk menyampaikan aspirasi dan kritik sosial di Indonesia?