Suara.com - Pengguna media sosial X dengan nama akun @jienexo sukses mencuri perhatian publik, terkait keluhan soal Makan Bergizi Gratis atau MBG yang belum lama ini tengah jadi sorotan publik.
Namun kali ini keluhan bukan soal kualitas makanan, melainkan sikap arogansi pihak MBG yang memaksa pihak yayasan untuk turut serta menjadi penerima manfaat dari program tersebut.
Penolakan secara halus ini bukan serta merta tidak mendukung upaya pemerintah dalam hal pengentasan kemiskinan dan kekurangan gizi anak sekolah.
Melainkan orang tua khawatir dan takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kasus keracunan pelajar akibat MBG di Jawa Barat yang heboh belakangan ini.
Wali murid hanya berharap, pemerintah membenahi dulu kualitas makanan MBG untuk selanjutnya disalurkan ke penerima manfaat agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Seperti apa keluhannya, berikut ulasannya:
1. Di Paksa Pihak MBG

Dipaksa Ikut Program MBG
Cerita berawal dari cuitan wali murid melalui akun tersebut dan mengungkapkan apa yang terjadi di sekolah, antara pihak yayasan dan pihak pengelola MBG.
Akun tersebut mengatakan bahwa anaknya bersekolah di sekolah swasta fullday berbasis Islam dan sudah memiliki dapur sendiri.
Baca Juga: Guru Penanggung Jawab MBG Dapat Insentif 100 Ribu per Hari, Ini Regulasinya
Dari dapur tersebut, mereka terbiasa menyajikan menu makanan yang nantinya dibagikan kepada murid-murid serta jajaran karyawan.
Menurut penuturan akun tersebut, yayasan tempat anaknya bersekolah sudah tiga puluh tahun menangani pemenuhan gizi murid-murid di sekolah.
“Jadi udah dari puluhan tahun mereka punya dapur buat makan siang murid-murid dan karyawannya,” tulisnya.
MBG Bawa Aparat
Awal tahun yang lalu pasalnya pihak MBG datang ke sekolah dan berencana untuk menyalurkan program tersebut
Namun sayangnya, pihak yayasan menolak secara halus pemberian MBG dengan alasan sekolah tempat murid-muridnya belajar sudah punya menu makanan sehat yang berasal dari dapur pribadi dan sudah dikelola puluhan tahun.
Dengan halus, ia meminta agar program MBG disalurkan saja untuk sekolah- sekolah lain yang lebih membutuhkan.
“Udah ada dapur sendiri buat apalagi kan ada MBG,” lanjutnya.
Akun tersebut juga mengatakan bahwa pihak MBG sudah berkali-kali datang ke sekolah, namun pihak Yayasan tetap dengan pendirian awal, yakni menolak MBG.
Karena sudah berkali-kali datang ke yayasan lalu ditolak, akhirnya pada September lalu, pihak MBG datang bersama aparat dan meminta pihak pengelola yayasan untuk tidak menolaknya lagi.
“Sampe beberapa kali mereka datang bulan September bawa aparat dong dan kali ini gak boleh nolak,” sambungnya.
Menurut pihak MBG, tahap kedua penyaluran program MBG ini, semua pihak sekolah wajib menerimanya.
2. Takut Keracunan

Takut Keracunan
Mengingat banyaknya keluhan mengenai kualitas menu makanan MBG hingga adanya kabar keracunan masif di Jawa Barat membuat wali murid takut dan cemas.
Dimana, banyak pelajar terpaksa terbaring lemas di rumah sakit akibat keracunan MBG. Gejala awal ditandai dengan mual, muntah, diare bahkan nyeri perut.
Hal itu pula yang membuat,wali murid menjadi takut dan cemas. Jangan sampai apa yang dialami sejumlah pelajar di Jawa Barat, akan terjadi berulang dan menimpa anak sendiri. Kabarnya, bulan Oktober mendatang sekolah tersebut akan menerima program MBG tersebut.
“Semoga gak ada kasus aneh-aneh please, duh mana anak gue susah makan kalua sampe kracunan jua Ya Allah jangan sampe,” keluhnya.
Pemerintah Evalusi MBG
Wali murid sempat kecewa dengan pihak MBG yang datang ke sekolah dengan aparat dan menduga pihak tersebut akan membawa ke ranah pidana jika terjadi lagi penolakan.
Ia hanya berharap pemerintah membenahi dan mengevaluasi lagi program MBG terutama soal kualitas makanan agar para orang tua tidak takut nanti anaknya jadi korban selanjutnya.
“Ngapain segala bawa-bawa aparat, duh gila-gila nih pemerintah,” katanya.
“Benerin dulu kali programnya biar orang-orang gak pada takut. Ini main paksa saja!,” imbuhnya.
Sedikit infromasi, saat ini pihak sekolah tersebut masih belum menerima MBG, kabarnya masih dikordinasikan oleh SPPG.
Namun pihak yayasan, mencoba melakukan negoisasi kepada pihak pengelola MBG dengan mengalihkan menu berat MBG menjadi makanan ringan.
“Semoga di ACC biar hati mamak ini tenang semua,” pungkasnya.
Meski demikian, belum dapat diketahui secara pasti apakah akun-akun tersebut benar berasal dari orang tua pelajar.
Kontributor : Damayanti Kahyangan