Suara.com - Kontroversi seputar pasokan bahan bakar minyak (BBM) kembali mencuat setelah dua perusahaan pemilik SPBU swasta, yakni Vivo Energy Indonesia dan BP-AKR, membatalkan kesepakatan pembelian base fuel dari Pertamina.
Padahal, sebelumnya keduanya sudah menyatakan minat untuk menyerap sebagian pasokan impor BBM yang dikelola Pertamina. Alasan utama pembatalan tersebut ternyata berkaitan dengan kandungan etanol di dalam base fuel yang dipasok Pertamina.
Pertamina melalui anak usahanya, PT Pertamina Patra Niaga, sejatinya telah membuka peluang kerja sama dengan SPBU swasta untuk mengatasi kelangkaan BBM nonsubsidi beroktan tinggi yang terjadi sejak Agustus 2025.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia bahkan sempat menyatakan bahwa beberapa badan usaha, seperti Shell, Vivo, BP, dan Exxon Mobil, bersedia membeli stok tambahan BBM hasil impor melalui Pertamina.
Dari kesepakatan awal, Vivo berencana menyerap hingga 40 ribu barel dari total 100 ribu barel BBM yang diimpor Pertamina. Namun, rencana itu tidak berjalan mulus. Vivo dan BP-AKR secara mendadak membatalkan pembelian karena hasil uji laboratorium menunjukkan adanya kandungan etanol sekitar 3,5 persen dalam base fuel tersebut.
![Suasana di SPBU Shell Cikini, Jakarta, Selasa (16/9/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/09/16/90786-spbu-shell-spbu-shell-kehabisan-stok-bbm-ilustrasi-spbu-shell-ilustrasi-shell.jpg)
Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, menegaskan bahwa kandungan etanol 3,5 persen sebenarnya masih dalam batas aman. Menurut regulasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), campuran etanol dalam BBM diperbolehkan hingga maksimal 20 persen. Artinya, hasil uji tersebut seharusnya tidak menyalahi aturan.
Meski begitu, pihak swasta tetap menolak. Shell Indonesia bahkan disebut belum bisa melanjutkan kerja sama karena kendala birokrasi internal. Praktis, hingga saat ini belum ada satupun SPBU swasta yang benar-benar menyerap pasokan BBM dari Pertamina, sehingga pembicaraan bisnis kembali ke titik nol.
Apa Itu Etanol dalam BBM?
Etanol merupakan salah satu jenis alkohol yang umum digunakan sebagai campuran bahan bakar. Di dunia otomotif, etanol berfungsi sebagai octane booster, yakni zat aditif yang mampu meningkatkan angka oktan atau RON (Research Octane Number). Semakin tinggi nilai oktan, semakin baik kualitas pembakaran di mesin kendaraan.
Baca Juga: Indonesia Punya Berapa Kilang Pertamina? Disinggung Menkeu Purbaya Sebelum Kilang Dumai Terbakar
Menurut pakar energi Institut Teknologi Bandung, Tri Yuswidjajanto Zaenuri, penambahan etanol berbeda dengan teknologi lama yang mengandalkan reformasi katalitik dari nafta.
Dengan etanol, peningkatan RON dapat dicapai lebih efisien. Bahkan, pada beberapa jenis bahan bakar, kandungan etanol bisa mencapai 80 persen, khusus untuk kendaraan flexi fuel yang memang dirancang mampu menoleransi campuran etanol dalam jumlah besar.
Di Amerika Serikat, misalnya, lebih dari 98 persen bensin mengandung etanol. Formulasi yang paling umum adalah E10, campuran 10 persen etanol dengan 90 persen bensin. Ada juga E15 yang bisa digunakan pada kendaraan keluaran tahun 2001 ke atas, serta E85 untuk kendaraan fleksibel berbahan bakar khusus.
Pertanyaan yang muncul adalah jika etanol 3,5 persen masih jauh di bawah ambang batas, mengapa BP dan Vivo menolak?
Ada beberapa faktor teknis yang bisa menjelaskan hal ini. Pertama, etanol mengandung oksigen tinggi sehingga bisa membuat mesin cepat panas, terutama jika mesin tidak memiliki sistem pengaturan air fuel ratio otomatis.
Kondisi ini menyebabkan pembakaran menjadi terlalu miskin, terjadi kelebihan udara dibanding bahan bakar, sehingga berdampak pada performa mesin.