Ketidakjelasan ini menambah beban mental bagi siswa kelas 12 yang sudah harus menyeimbangkan antara ujian sekolah, ujian praktik, dan persiapan masuk perguruan tinggi. Banyak sekolah pun tidak memberikan fasilitas belajar tambahan yang memadai di masa kritis ini.
5. Kesenjangan Kualitas Pembelajaran di Era Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka seharusnya memberi ruang bagi kebebasan belajar, tetapi kenyataannya tidak semua sekolah dan guru siap menerapkannya dengan baik.
Di beberapa sekolah, guru justru memanfaatkan fleksibilitas ini untuk mengajar secara minimalis, bahkan ada yang hanya memberi tugas presentasi tanpa penjelasan mendalam.
Akibatnya, banyak siswa kehilangan pemahaman dasar atas materi penting. Ketika TKA menuntut pemahaman menyeluruh, perbedaan mutu antar sekolah menjadi sangat terasa.
Kombinasi antara Kurikulum Merdeka yang belum matang dan TKA yang tiba-tiba diberlakukan adalah perpaduan yang tidak adil bagi kami.
6. Beban Ganda dan Keterbatasan Sumber Daya
Setelah pengumuman TKA, banyak sekolah masih menumpuk kegiatan ujian praktik dan tugas akhir kelas 12. Jadwal yang padat ini mengorbankan waktu belajar kami untuk menghadapi TKA.
Bagi siswa yang mengikuti bimbel, tekanan ini masih bisa sedikit terbantu, meski tetap berat. Namun, bagi teman-teman yang tidak mampu membayar bimbel, kesulitan mereka berlipat ganda.
Tidak adanya dukungan tambahan dari sekolah memperlebar kesenjangan antara siswa yang mampu dan tidak mampu.
7. Seruan untuk Peninjauan dan Pembatalan TKA 2025
Beberapa bulan lalu, kami sempat optimis bahwa sekolah dan pemerintah akan memberi solusi atau setidaknya keringanan. Namun, mendekati tanggal pelaksanaan, rasa cemas dan ketidaksiapan justru semakin besar.
Baca Juga: Apa Itu International Baccalaureate? Kurikulum Elite yang Bakal Dipakai Sekolah Garuda
Oleh karena itu, kami meminta pemerintah dan pihak terkait untuk meninjau kembali kebijakan TKA 2025. Kami berharap adanya penundaan atau pembatalan pelaksanaan agar siswa dapat mempersiapkan diri dengan lebih layak.
Tanda tangani petisi ini sebagai bentuk dukungan bagi perjuangan kami demi masa depan pendidikan Indonesia yang lebih adil, manusiawi, dan berkualitas.
Hingga berita ini diterbitkan sudah ada lebih dari 160 ribu tanda tangan yang dibubuhkan untuk petisi tersebut di situs Change.org.
Kontributor : Hillary Sekar Pawestri