Berkaca dari Kasus Melda Safitri, Bagaimana Aturan Gaji PPPK yang Bercerai?

Husna Rahmayunita Suara.Com
Rabu, 29 Oktober 2025 | 14:56 WIB
Berkaca dari Kasus Melda Safitri, Bagaimana Aturan Gaji PPPK yang Bercerai?
Ilustrasi PPPK. [SuaraSulsel.id/Istimewa]

Hal ini diatur karena perceraian dianggap dapat memengaruhi citra dan kinerja pegawai di lingkungan pemerintahan. Jika perceraian dilakukan tanpa izin resmi, maka pegawai tersebut bisa dikenai sanksi administratif, mulai dari teguran hingga pemutusan hubungan kerja.

Tujuan aturan ini bukan untuk mencampuri urusan pribadi, tetapi untuk menjaga martabat dan stabilitas sosial ASN, mengingat mereka sering menjadi panutan di masyarakat. Dalam konteks ini, PPPK yang bercerai tanpa izin resmi bisa dianggap melanggar etika profesi, terutama jika perceraian tersebut menimbulkan polemik publik.

Belajar dari kasus Melda Safitri, menunjukkan dimensi sosial yang mana masyarakat kita menganggap status sebagai ASN atau PPPK sebagai simbol keberhasilan dan prestise sosial. Tak jarang, perubahan status ekonomi atau jabatan memunculkan ego baru yang menggeser keseimbangan dalam relasi rumah tangga.

Perasaan “lebih dihargai” atau “lebih mampu” kerap membuat seseorang merasa tidak lagi bergantung secara emosional maupun finansial pada pasangannya. Ketika hal ini terjadi, relasi suami-istri bisa bergeser menjadi relasi kuasa, bukan lagi relasi kesetaraan.

Kasus Melda adalah cermin dari bagaimana perubahan status sosial dapat memicu krisis dalam hubungan, terutama jika tidak diimbangi dengan komunikasi dan kematangan emosional.

Belajar dari kisah ini, penting bagi setiap ASN maupun PPPK untuk memahami bahwa jabatan bukan sekadar soal pekerjaan dan gaji, tetapi juga tanggung jawab moral terhadap keluarga dan masyarakat. 

Gaji PPPK yang Bercerai

Secara hukum, gaji PPPK adalah hak pribadi pegawai yang bersangkutan, bukan hak bersama dalam konteks status perkawinan. Jadi, setelah bercerai, PPPK tetap berhak menerima seluruh gaji bulanannya seperti biasa. Dasarnya dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK.

Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa PPPK mendapatkan hak berupa gaji, tunjangan, cuti, perlindungan, dan pengembangan kompetensi selama masih terikat perjanjian kerja. Tidak ada pasal yang menyebut gaji akan hilang karena perceraian.

Baca Juga: Berapa Gaji Pertama PPPK Paruh Waktu Setelah SK Diterima, Lebih dari dari UMR?

Selama perjanjian kerja masih berlaku dan PPPK tersebut masih aktif bekerja, gaji tetap dibayarkan penuh setiap bulan. Perubahan yang terjadi setelah perceraian hanyalah tunjangan keluarga, terutama tunjangan untuk istri/suami dan tunjangan anak.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49/PMK.05/2023 tentang Gaji, Tunjangan, dan Fasilitas PPPK, disebutkan bahwa tunjangan keluarga hanya diberikan jika PPPK masih memiliki pasangan sah (belum bercerai), dan anak yang menjadi tanggungan belum berusia 21 tahun atau belum menikah.

Jadi, setelah perceraian PPPK tidak lagi menerima tunjangan istri/suami dan hak atas tunjangan anak akan diberikan kepada pihak yang memegang hak asuh anak (berdasarkan putusan pengadilan).

Walaupun gaji PPPK tidak dicabut, harta bersama selama pernikahan tetap bisa dibagi dua sesuai hukum perdata dan agama masing-masing.

Jika pengadilan menetapkan kewajiban nafkah atau pembagian harta tertentu, maka sebagian gaji PPPK bisa dipotong untuk kewajiban tersebut. Pemotongan ini sifatnya administratif, dan gaji sisanya tetap menjadi hak PPPK.

Kontributor : Mutaya Saroh

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI