Suara.com - Bulan Oktober sering kali identik dengan perayaan Halloween. Di berbagai negara Barat, masyarakat merayakannya dengan mengenakan kostum menyeramkan, berburu permen, hingga menghias rumah dengan labu berwajah hantu.
Fenomena ini kini mulai banyak diikuti oleh masyarakat dari berbagai belahan dunia, termasuk di negara-negara mayoritas Muslim. Tak jarang, muncul pertanyaan apakah orang Islam boleh merayakan Halloween?
Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa Halloween hanyalah hiburan atau bentuk ekspresi kreatif yang tidak ada kaitannya dengan agama. Namun, bagi umat Islam, setiap tindakan perlu ditinjau dari sudut pandang syariat.
Apakah orang Islam boleh merayakan Halloween?
Sejarah Halloween berasal dari tradisi pagan (festival Samhain) yang kemudian bercampur dengan unsur Kristen (All Hallows’ Eve) dan agama Barat lainnya.
Karena akar budaya Halloween berkaitan dengan kepercayaan non-Muslim, maka ketika seorang Muslim ikut memeriahkan perayaan itu tanpa pertimbangan hukum syariat, muncul pertanyaan, apakah ikut budaya non-Islam seperti Halloween diperbolehkan atau tidak?
Dalam praktik, beberapa orang Islam mungkin mengikuti Halloween sekadar sebagai hiburan ringan, bukan karena keyakinan. Namun, apakah itu dapat dibenarkan menurut Islam?
Untuk memperjelas, kita perlu membedakan antara niat, bentuk partisipasi, dan konsekuensi terhadap akidah. Berdasarkan pemahaman para ulama, tindakan meniru dalam aspek budaya non-Islam atau mengenakan kostum khas non-Muslim masuk dalam pembahasan hukum tasyabbuh (menyerupai). Dalam hadits disebutkan seperti berikut.
“مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ”
“Man tasyabbaha bi qawmin fahuwa minhum”
Baca Juga: 5 Warna Lipstik yang Bikin Makeup Halloween Makin Dramatis, Siap-siap Jadi Pusat Perhatian!
“Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Abu Dawud)
Hadis ini menjadi dasar bahwa seorang Muslim harus berhati-hati dalam menyerupai karakter atau praktik khas milik kelompok non-Muslim, termasuk tradisi seperti Halloween. Para ulama menjelaskan bahwa “menyerupai” mencakup pakaian, perilaku, hingga cara berperayaan.
Para ulama juga membedakan tiga tingkatan penilaian hukum terhadap tindakan menyerupai budaya lain seperti Halloween, tergantung pada niat dan konteksnya berikut.
- Bila penyerupaan dilakukan dengan niat menyetujui atau mengikuti keyakinan mereka, maka bisa dianggap kekafiran.
- Jika dilakukan tanpa niat mengikuti agama mereka, hanya sebagai bentuk ikut-ikutan budaya, hukumnya dosa tetapi tidak sampai kafir.
- Kalau semata-mata kebetulan atau tidak sengaja menyerupai, bisa dihukumi makruh dan diutamakan untuk ditinggalkan.
Berdasarkan pertimbangan ini, sebagian besar ulama menyimpulkan bahwa orang Islam merayakan Halloween tidak diperbolehkan secara bebas tanpa pertimbangan syariat. Hal ini karena dapat mengandung unsur tasyabbuh, pelanggaran identitas Islam, dan potensi melemahkan keimanan.
Hukum Mengikuti Budaya Non-Muslim
Ketika berbicara tentang hukum mengikuti budaya non-Muslim, khususnya yang berasal dari tradisi agama atau ritual lain, penting untuk memperhatikan beberapa prinsip dalam Islam. Berikut beberapa poin yang perlu Anda ketahui.
1. Prinsip larangan tasyabbuh