- The Sin Nio merupakan perempuan keturunan Tionghoa asal Wonosobo.
- Ia turut menorehkan sejarah pada masa revolusi 1945.
- The Sin Nio mengubah identitas menjadi laki-laki agar bisa berada di garis depan melawan Belanda.
Suara.com - Hari Pahlawan sering identik dengan nama-nama besar pahlawan yang diabadikan dalam sejarah. Namun, di balik itu, ada pejuang lain yang jasanya nyaris terlupakan, termasuk The Sin Nio.
The Sin Nio merupakan perempuan keturunan Tionghoa asal Wonosobo yang turut menorehkan sejarah pada masa revolusi 1945, tetapi nasibnya di hari tua jauh dari pengakuan.
![Ilustrasi pahlawan. [Dok.Website Muhammadiyah]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/11/11/18117-ilustrasi-pahlawan.jpg)
Perjuangan di Medan Tempur
The Sin Nio menjadi satu-satunya perempuan di Kompi 1 Batalyon 4 Resimen 18 yang dipimpin Sukarno.
Demi bisa bertempur, ia bahkan rela menyamar sebagai laki-laki, memotong rambut, mengenakan pakaian prajurit, dan mengganti namanya menjadi Mochamad Moeksin.
Dengan identitas baru itu, ia bisa berada di garis depan melawan Belanda dengan senjata sederhana seperti golok, tombak, dan bambu runcing.
Selain bertempur, The Sin Nio juga bertugas di bagian medis, merawat prajurit yang terluka, serta membantu logistik dengan menyiapkan makanan bagi pejuang lain.
Ia bahkan pernah merampas senjata api Lee-Enfield dari pasukan Belanda. Ini menunjukkan keberanian yang luar biasa di medan perang untuk.
Perjuangan Tanpa Pengakuan
Meski berani dan cemerlang di medan perang, pengakuan atas jasanya berjalan lambat. Setelah revolusi usai, upaya The Sin Nio untuk memperoleh status veteran tidak mudah.
Ia sempat tinggal seorang diri di rumah liar dekat Stasiun Kereta Api Juanda dan menumpang di masjid daerah Petojo, Jakarta, demi memperjuangkan haknya.
Baca Juga: Kenapa 10 November Dipilih Jadi Hari Pahlawan? Ketahui Peristiwa Heroik dan Berdarah di Baliknya
Baru pada 1981, Mahkamah Militer Yogyakarta mengeluarkan surat pengakuan bahwa The Sin Nio aktif sebagai pejuang kemerdekaan.
Namun, pengakuan ini tidak disertai hak pensiun yang layak. Uang pensiun baru cair beberapa tahun kemudian, dan sebagian disalurkan ke keluarga.
Janji pemerintah mengenai tunjangan perumahan pun tak sempat terealisasi sebelum ia meninggal pada 1985.
Kehidupan Pribadi yang Sederhana
The Sin Nio memilih hidup sendiri di Jakarta, menolak tinggal bersama anak-anaknya, dan hanya sesekali mengunjungi keponakan.
Kerabat mengenang sosoknya sebagai perempuan pemberani, penyayang, dan bijak.
Keberaniannya pun membuat salah satu keturunan, membandingkannya dengan tokoh Mulan, perempuan yang rela berperang demi bangsanya.