Surat "Cerita Busuk Seorang Bandit," Kapolri Jadikan Info Awal

Jum'at, 29 Juli 2016 | 15:51 WIB
Surat "Cerita Busuk Seorang Bandit," Kapolri Jadikan Info Awal
Kapolri Jenderal Tito Karnavian [suara.com/Ummi Hadyah Saleh]

Suara.com - Beberapa hari terakhir, beredar tulisan di media sosial yang mengatasnamakan Koordinator Eksekutif Kontras, Haris Azhar, yang berisi tulisan tentang pengakuan terpidana mati Freddy Budiman. Dalam tulisan tersebut, Freddy mengungkapkan informasi-informasi rahasia tentang sepak terjang dan kelemahan aparat penegak hukum, Polri, BNN, dan TNI, dalam menangani kasus narkoba.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian sudah membaca tulisan tersebut. Tetapi, kalau hanya berdasarkan tulisan tersebut, tanpa disertai bukti, tidak bisa dijadikan dasar penyelidikan, katanya.

"Nggak bisa, itu namanya informasi, bukan namanya kesaksian, kalau kesaksian itu, alat bukti saksi itu, dia harus mendengar, melihat dan mengetahui sendiri, tapi yang diterima Pak Haris Azhar ini kan informasi," kata Tito di Mabes Polri, Jumat (29/7/2016).

Untuk menelusuri informasi tersebut, Kapolri telah memerintahkan Kepala Divisi Humas Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar untuk menemui Haris Azhar.

"Saya sudah menugaskan kadiv humas untuk menemui Pak Haris Azhar secepat mungkin, apakah ada informasi yang lebih detail lagi atau segitu saja," katanya.

Kapolri mengatakan kalau Haris Azhar memiliki bukti-bukti kuat, kasus ini akan naik ke tahap penyelidikan.

"Kalau segitu saja, karena tidak menyebut nama, bukti dan lain-lain, maka bisa dua, bisa mungkin iya, kita dalami, tapi bisa juga itu alasan yang bersangkutan untuk menunda eksekusi," kata dia.

Kapolri mengatakan Mabes Polri saat ini sedang mengklarifikasi informasi tersebut.

"Artinya kami akan lakukan klarifikasi ke Pak Haris Azhar yang menyampaikan informasi ini ke publik. Kalau informasi hanya seperti itu, kita akan lakukan anev ke dalam, tapi juga jangan salah, bisa juga yang bersangkutan (Freddy) menyampaikan dalam rangka untuk menunda eksekusi, dan itu trik-trik seperti ini sering kita temui," kata dia.

Berikut ini adalah tulisan Haris Azhar yang dimaksud:

"Cerita Busuk dari seorang Bandit"

Kesaksian bertemu Freddy Budiman di Lapas Nusa Kambangan (2014)

Di tengah proses persiapan eksekusi hukuman mati yang ketiga dibawah pemerintahan Joko Widodo, saya menyakini bahwa pelaksanaan ini hanya untuk ugal-ugalan popularitas. Bukan karena upaya keadilan. Hukum yang seharusnya bisa bekerja secara komprehensif menyeluruh dalam menanggulangi kejahatan ternyata hanya mimpi. Kasus Penyeludupan Narkoba yang dilakukan Freddy Budiman, sangat menarik disimak, dari sisi kelemahan hukum, sebagaimana yang saya sampaikan dibawah ini.

Di tengah-tengah masa kampanye Pilpres 2014 dan kesibukan saya berpartisipasi memberikan pendidikan HAM di masyarakat di masa kampanye pilpres tersebut, saya memperoleh undangan dari sebuah organisasi gereja. Lembaga ini aktif melakukan pendampingan rohani di Lapas Nusa Kambangan (NK). Melalui undangan gereja ini, saya jadi berkesempatan bertemu dengan sejumlah narapidana dari kasus teroris, korban kasus rekayasa yang dipidana hukuman mati. Antara lain saya bertemu dengan John Refra alias John Kei, juga Freddy Budiman, terpidana mati kasus Narkoba. Kemudian saya juga sempat bertemu Rodrigo Gularte, narapidana WN Brasil yang dieksekusi pada gelombang kedua (April 2015).

Saya patut berterima kasih pada Bapak Sitinjak, Kepala Lapas NK (saat itu), yang memberikan kesempatan bisa berbicara dengannya dan bertukar pikiran soal kerja-kerjanya. Menurut saya Pak Sitinjak sangat tegas dan disiplin dalam mengelola penjara. Bersama stafnya beliau melakukan sweeping dan pemantauan terhadap penjara dan narapidana. Pak Sitinjak hampir setiap hari memerintahkan jajarannya melakukan sweeping kepemilikan HP dan senjata tajam. Bahkan saya melihat sendiri hasil sweeping tersebut, ditemukan banyak sekali HP dan sejumlah senjata tajam.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI