Untuk mensiasati hal itu, warga menggunakan teknologi air tadah hujan dengan memasang talang paralon di atap rumah untuk mengaliri air hujan ke tandon penampungan.
Tekniknya sederhana, warga memasang paralon panjang disisi atap kemudian disetiap sudutnya dipasang corong dengan selang untuk mengaliri air ke tandon air dibawahnya.
"Air hujan itu langsung dipakai gitu aja, tapi cuma buat nyuci piring, mandi pun kadang gatal-gatal, tidak untuk minum, kalau mau minum ya beli air (PAM/Air Mineral Galon)," terang Sudirman.
Teknologi ini tidak berfungsi di musim kemarau seperti saat ini, mereka sepenuhnya membeli air dari PT PAM Lyonaise Jaya (Palyja) dengan harga Rp 7.000 untuk 5 jerigen (100 liter) air bersih.
Air dari Palyja ini bisa digunakan warga untuk kebutuhan mandi, memasak, minum, dan mencuci.
"Sehari Rp 21 ribu (15 jerigen) saya buat berempat di rumah, dikaliin aja tuh berapa, kalau pakai air sumur baju bisa menguning, apalagi baju anak sekolah," ucapnya sambil tertawa.
Hingga saat ini, warga Kampung Kamal Muara masih menanti pembangunan pipa air dari Palyja yang saat ini pembangunannya baru mencapai wilayah Tegal Alur, sekitar 2 kilometer dari Kamal Muara.